Bersama Rangkai.id dan IFCNetwork, Kine Klub FISIP UNS Ulik Manajemen dan SOP Produksi Film

Bersama Rangkai.id dan IFCNetwork, Kine Klub FISIP UNS Ulik Manajemen dan SOP Produksi Film

UNS —  Kine Klub Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta telah melaksanakan serangkaian “Latihan Dasar Kine” yang dilaksanakan secara daring melalui Google Meet dan Zoom Cloud Meetings. Kegiatan ini merupakan pembekalan materi produksi film untuk anak Kine tahun pertama dan kedua.

Salah satu rangkaian kegiatannya ialah Kelas Besar dengan topik “Manajemen Produksi Film & SOP Produksi Film” yang berkolaborasi dengan Rangkai Indonesia (Rangkai.id) dan Indonesian Film Community Network (IFCNetwork).

Berbeda dari biasanya, tahun ini kelas besar tersebut juga dibuka untuk umum melalui siaran kanal YouTube Kine Klub FISIP UNS. Adapun, pembicara yang hadir ialah Arief Akhmad Yani dan Said Nurhidayat dari IFCNetwork.

Selaku pemateri pertama, Arief Akhmad Yani menjelaskan lebih dulu perihal ekosistem perfilman di Indonesia. Ranah perfilman di Indonesia banyak sekali, mulai dari ranah pendidikan, produksi, distribusi, ekshibisi, apresiasi, hingga pengarsipan. Keenam ranah tersebut saling berkaitan dan membentuk sebuah siklus.

“Mengikuti workshop seperti di Kine UNS ini masuk ranah pendidikan yang menjadi satu bagian penting dari perkembangan film Indonesia. Nantinya akan berdampak bagi khazanah perfilman nasional. Ada hal mendasar yang kita pelajari dan teman-teman bisa pelajari dan nanti teman-teman bisa mengeksplorasi lebih jauh saat terlibat dalam pembuatan film,” jelas pria yang akrab disapa Mas Yani ini, Sabtu (21/8/2021).

Yani pun melanjutkan, ada tiga tahapan dalam manajemen produksi sebuah film. Yaitu praproduksi, produksi, dan pascaproduksi.

Pada tahap praproduksi, akan muncul triangle system. Ada penulis, produser, dan sutradara yang memiliki keinginan bersama untuk mewujudkan suatu ide atau gagasan berupa film. Produser akan mengumpulkan sejumlah orang untuk menganalisa setiap detail yang berkaitan dengan rencana perwujudan ide yang sudah dibahas, mulai dari hal paling kecil hingga besar.

“Memikirkan risiko apa saja yang mungkin terjadi. Kebutuhan yang diperlukan apa saja, karena menyangkut pembiayaan. Pembagian job desk-nya seperti apa. Siapa yang mengurus wardrobenya, yang mengamankan lokasi, yang mengurus makanan, dan sebagainya,” ujar Yani.

Kemudian produksi. Ini adalah tahapan eksekusi dari konsep atau rancangan produksi film yang sudah disepakati bersama. Oleh karena sudah ada pembahasan dan pembagian tugas saat praproduksi, pada tahap ini tidak ada lagi perdebatan dan perselisihan antardivisi.

Terakhir, pascaproduksi. Yakni penyelesaian akhir dari hasil materi produksi yang dijadikan suatu kesatuan film utuh sesuai konsep awal. Hingga akhirnya konsep itu bercerita secara utuh.

Di sisi lain, menurut pengalaman dan pandangan Yani, ada tiga tipe produksi film. Mandiri, eksperimental, dan profesional. Yani menegaskan, tiga tipe ini tidak dapat sepenuhnya menjadi pedoman untuk para pelaku film, karena ini menurut pengalamannya.

Pertama, tipe mandiri. Produksi mandiri ini biasa dilakukan perorangan, kelompok kecil, dan komunitas. Misalkan sekelompok mahasiswa yang mengerjakan tugas membuat film dari dosen. Atau mandiri kekaryaan, yakni ketika seseorang punya ide dan ingin mewujudkan. Tipe produksi ini tidak ada sponsor sama sekali.

Kedua, eksperimen. Tipe produksi ini dapat menjadi salah satu wadah untuk mewujudkan ide baru setelah melalui tahapan-tahapan di tipe produksi mandiri tadi. Biasanya tipe ini juga berupa mandiri kekaryaan yang kemudian ditampilkan di berbagai kanal atau festival perfilman hingga memperoleh eksistensi.

Ketiga, profesional. Tipe produksi ini tetap diawali dengan keinginan berkarya, tetapi kemudian diwujudkan secara lebih profesional. Diperhitungkan juga nilai ekonomi dan bagaimana keuntungan materi yang diperoleh.

“Pengelolaan secara profesional. Ketika diproduksi bisa menghasilkan keuntungan atau tidak. Produser dan sutradara berupaya dengan dana yang tersedia di awal mewujudkan ide gagasannya,” tambah Yani.

Pentingnya Kontrak Hak Kekayaan Intelektual

Jika tahapan produksi film dibahas cukup mendalam oleh Yani, maka ada satu poin menarik yang dibahas Said Nurhidayat. Yaitu perlunya kontrak Hak Kekayaan Intelektual (HKI) karya. Setelah film diproduksi dan didistribusikan, hak milik siapa film tersebut harus jelas dan disepakati di awal agar tidak jadi perdebatan di kemudian hari.

Bersama Rangkai.id dan IFCNetwork, Kine Klub FISIP UNS Ulik Manajemen dan SOP Produksi Film

“Terlebih ketika produksi secara mandiri menggunakan patungan. Jadi kontrak HKI ini perlu di awal. Ketika masa produksi gak perlu dipermasalahkan lagi. Setelah didistribusikan, memperoleh keuntungan dan uang, uangnya milik siapa. Dapat penghargaan, milik siapa. Sering terjadi perdebatan klo tidak disepakati di awal,” kata Said.

Jika HKI dimiliki produser, Said pun menyinggung bagaimana produser dapat melakukan pekerjaan seumur hidup berkaitan dengan film yang diproduksinya. “Contoh, film tersebut akan ditayangkan kembali di suatu saluran, maka ini berurusan dengan produser,” ungkapnya. Humas UNS

Reporter: Kaffa Hidayati
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content