Menyoal Eksistensi Hanzi, Huruf Kuno Tiongkok

Program Studi D-3 Bahasa Mandarin Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (FIB UNS) Surakarta menggelar seminar internasional bertajuk “Eksistensi Hanzi di Era Modern”, Sabtu (22/10/2016). Seminar internasional pertama yang digelar oleh prodi terkait menghadirkan dua pembicara yakni Pan Ganyuan dan Chaerun Anwar. Pan sendiri merupakan budayawan sekaligus sejarawan mengenai Tiongkok dari Guangzhou, sedangkan Chaerun pernah menjadi Atase Pendidikan KBRI Beijing dan sekarang merupakan Widyaiswara Madya P4TK Ditjen Kemendikbud.

Siti Muslifah berharap seminar tersebut bisa membuka dan menambah wawasan tentang keberadaan, sejarah, serta eksistensi Hanzi di era modern.
Siti Muslifah berharap seminar tersebut bisa membuka dan menambah wawasan tentang keberadaan, sejarah, serta eksistensi Hanzi di era modern.

Kepala prodi terkait, Siti Muslifah mengatakan bahwa pengembangan dan peningkatan wawasan global mahasiswa harus selalu ditumbuhkan sebagai upaya pembentukan karakter pada diri tiap mahasiswa. Pengembangan dan peningkatan tersebut tidak hanya dilakukan melalui kegiatan akademis, yakni di bangku perkuliahan, tetapi juga melalui cara nonakademis. “Salah satu upayanya adalah dengan melalui seminar internasional atau kuliah pakar internasional,” terangnya. Sehingga penyelenggaraan seminar internasional tersebut bertujuan untuk mewujudkan hal di atas. Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk mengembangkan mutu pendidikan utamanya dalam bidang bahasa Mandarin. Ia juga berharap seminar tersebut bisa membuka dan menambah wawasan tentang keberadaan, sejarah, serta eksistensi Hanzi di era modern ini.

Hanzi

Hanzi merupakan salah satu huruf paling tua di dunia yang juga merupakan huruf dengan pengguna paling banyak di dunia. Hanzi juga dianggap sebagai huruf kuno yang unik karena nyatanya sampai sekarang masih dipakai. “Hanzi ini salah satu dari tiga bentuk kebudayaan dan peradaban kuno selain Mesir dan India,” tutur wakil panitia Kristina Indah. Hanzi, lanjutnya, memiliki karakter unik, berbeda dengan huruf lainnya. Hanzi, masih menurut Kristina, bisa dibilang sesepuh dari huruf-huruf yang ada di Asia TImur karena huruf dalam bahasa Jepang dan Korea merupakan turunan dari Hanzi.

img_1667
Pan tidak hanya menjadi pembicara, tapi juga memberikan pelatihan Shufa, yakni kaligrafi a la Tiongkok.

Pan Ganyuan mengungkapkan, penulisan bahasa Mandarin pada ribuan tahun lalu di dataran Tiongkok memanfaatkan cangkang kura-kura. Bentuk Hanzi sendiri, dengan seiring waktu, mengalami perubahan meski bisa dikatakan perubahan yang terjadi cenderung stabil, sehingga sampai saat ini masih lestari. Dewasa ini, untuk belajar bahasa Mandarin harus belajar Hanzi terlebih dahulu karena itu merupakan salah satu dasar untuk menguasai bahasa Mandarin.

Dalam kesempatan tersebut, Pan tidak hanya menjadi pembicara, tapi juga memberikan pelatihan Shufa, yakni kaligrafi a la Tiongkok. Menurut Kristina, Pan sudah mempelajari dan berlatih Shufa selama kurang lebih 40 tahun. “Beliau telah berlatih selama 40 tahun, berlatih Shufa ini tidak hanya tepat, tapi juga harus tegas,” terangnya. Menulis Shufa juga harus dilakukan dengan sikap tenang, karena kegiatan tersebut secara filosofi untuk melatih jiwa.[](dodo.red.uns.ac.id)

Skip to content