Produk Indonesia Lemah Branding dan Kemasan

Produk ekonomi kreatif di Indonesia memiliki kelemahan pada soal kemasan dan branding. Hal itu membuat produk yang dihasilkan tidak mampu bersaing optimal dengan gempuran produk impor.

“Makin lama komponen kreatifitas semakin penting. Kreatifitas juga penting dalam produk pertanian misalnya untuk packaging dan branding. Ini menjadi tantangan dalam mempromosikan Indonesia,” kata Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) RI Bayu Krishnamurti saat menyampaikan keynote speech pada Seminar Nasional Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Komoditas Pertanian di Indonesia di Aula Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sebelas Maret (UNS), Sabtu (26/1/2013).

Bayu berpendapat, ekonomi kreatif mampu membuat uang dengan ide. Kemasa dan branding menjadi bagian dari kekayaan ide yang harus terus ditingkatkan untuk menghadapi persaingan. Ide juga mampu memberikan nilai tambah terhadap suatu produk. Diakui Bayu, pihaknya terus berupaya untuk mengubah dan membuat pasar agar produk ekonomi kreatif di Indonesia bisa diapreasiasi dan diterima oleh masyarakat.

Perihal produk asing yang tidak menggunakan bahasa Indonesia di dalam kemasannya serta terindikasi membahayakan konsumen, Kemendag aktif melakukan kampanye produk yang dinilainya cukup efektif. Kemendag bekerjasama dengan Badan Karantina Pertanan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menjaring produk-produk yang dianggap membahayakan konsumen.

“Sejauh ini kami temukan 600 lebih pelanggaran dari jumlah ribuan barang yang beredar. Dari jumlah itu 13-14 di antaranya harus masuk kasus pidana dan 200 lainnya ditarik dari pasaran,” terang Bayu.

Pada kesempatan yang sama, Rektor UNS Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS, menambahkan, pertanian menjadi salah satu bagian dalam kreatifitas. Untuk itu, peran universitas terhadap pengembangan produk pertanian secara signifikan harus ditingkatkan. Peran itu salah satunya bisa dalam bentuk upaya untuk menjustifikasi dan memformulasikan hasil pertanian.

Rektor mencontohkan, dari singkong saja bisa berkembang menjadi paling tidak 15 produk kreatif yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat, seperti: gethuk, gaplek, tape, klenyem, blanggreng, lemet, ukri, gatot, tiwul, hingga balung kethek.

“Tugas orang kampus sekarang bagaimana ekonomi kreatif berbasis produk pertanian bisa diberdayakan sebagai komoditas yang memiliki nilai lebih. Untuk itu, perlu adanya inovasi mengenai packaging, teknologi sampai kepada pemasaran,” pungkas Ravik.[]

Skip to content