Pusdemtanas LPPM UNS Gelar Semnas Datangkan Kabiro Pengkajian Setjen MPR RI

UNS – Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional (Pusdemtanas) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta bersama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dan Constitutional Law Community (CLC) Fakultas Hukum (FH) UNS menggelar Seminar Nasional dengan tajuk ‘Penataan Wewenang dan Tugas MPR sebagai Lembaga Negara’, Sabtu (30/11/2019) bertempat di Puri Nalendra Lorin Hotel, Solo.

Dalam seminar nasional tersebut turut hadir pula Drs. Yana Indrawan M. Si selaku Kabiro Pengkajian Setjen MPR RI dan Dr. Sunny Ummul Firdaus, S. H., M. H selaku Kepala Pusdemtanas LPPM UNS sebagai pembicara utama.

Dengan dimoderatori oleh Abdul Qodir Jaelani, S. H., M. H, Semnas Pusdemtanas LPPM UNS membahas berbagai isu terkini seputar kewenangan MPR yang sedang ramai dibahas oleh masyarakat. Salah satunya adalah usulan untuk menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) oleh MPR.

“Usulan-usulan tersebut bukan keinginan MPR. Itu adalah aspirasi masyarakat. Bahkan, MPR belum ada sikap. Sehingga MPR bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk meminta pendapat,” ujar Yana Indrawan.

Ia melanjutkan bahwa sampai saat ini MPR telah menerima 5 gagasan dari masyarakat. Lima gagasan tersebut adalah untuk mengembalikan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ke bentuk aslinya, perubahan kurikulum, penataan sistem ketatanegaraan, perubahan terbatas pada UUD 1945, dan persoalan integrasi dalam UUD 1945 yang berlaku saat ini.

Dihadapan para mahasiswa, tokoh masyarakat, dan tamu undangan yang hadir, Yana Indrawan mengatakan bahwa dari 5 gagasan yang telah diterima MPR tersebut, gagasan untuk menghidupkan kembali GBHN adalah yang paling kuat.

“Setelah tidak adanya GBHN, ada penggantinya yaitu UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 17 Tahun 2007. Anda bisa melihat pada pendahuluan di angka 4 dan 5. Dengan tidak adanya GBHN akan mengakibatkan kita tidak punya lagi sistem perencanaan,” tambah Yana Indrawan.

Dengan dihapuskannya GBHN pada akhirnya akan semakin memperbesar peluang tidak adanya sinergitas antardaerah, sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah, dan presiden punya visi-misi sendiri sehingga tidak sejalan dengan MPR. Selain itu, dihapusnya GBHN akan berakibat pada tidak adanya kesinambungan antara presiden yang satu dengan presiden berikutnya.

Sebagai Kabiro Pengkajian Setjen MPR RI, Yana Indrawan mengatakan bahwa yang saat ini dibutuhkan bangsa Indonesia dalam sistem perencanaan pembangunan nasional adalah konsistensi visi.

“Yang kita butuhkan saat ini adalah konsistensi visi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu perlu adanya penataan wewenang MPR itu sendiri sebagai lembaga negara.” Humas UNS/ Yefta

Skip to content