Pusdemtanas UNS: Pentingnya Perlindungan Hukum bagi Tenaga Medis dalam Penanganan Pasien Covid-19

UNS — Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional (Pusdemtanas) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar diskusi dengan mengangkat tema Konsep Perlindungan Hukum bagi Tenaga Medis dalam Penanganan Pasien Covid-19. Diskusi dilakukan secara luring dan daring di UNS Inn, Rabu (9/6/2021).

Dalam Diskusi tersebut, turut hadir Ketua LPPM UNS, Prof. Okid Parama Astirin dan Ketua Senat Akademik UNS, Prof. Adi Sulistiyono. Kemudian hadir sebagai pembicara yaitu Rektor UNS sekaligus sebagai Ketua Tim Peneliti, Prof. Jamal Wiwoho, Direktur RS UNS, Prof. Hartono serta Kepala Pusat Studi Pusdemtanas LPPM UNS yang juga sebagai anggota tim peneliti, Dr. Sunny Ummul Firdaus.

Prof. Jamal menyampaikan,  akhir tahun 2019 Covid-19 mulai muncul di Wuhan. Tidak hanya di Wuhan, virus tersebut ternyata menyebar ke berbagai negara termasuk Indonesia. “Kasus pasien Covid-19 di Indonesia terus meningkat. Tenaga medis sebagai garda terdepan harus bekerja keras dalam emnangani pasien Covid-19. Kemudian banyak tenaga medis yang diasingkan, adanya kekerasan terhadap tenaga medis, tenaga medis tidak dihargai, tenaga medis tidak boleh pulang ke rumah karena dianggap membawa virus serta stigma negatif lainnya dari masyarakat,” terang Prof. Jamal.

Padahal, tenaga medis ini merupakan profesi yang mulia. Tenaga medis ini rela mengabdi sebagai garda terdepan untuk menangani pasien Covid-19. Bahkan tidak sedikit yang melaporkan rumah sakit karena dituduh ‘mengcovidkan’ pasien.

“Maka dari itu, perlu adanya perlindungan hukum bagi tenaga medis dalam penanganan pasien Covid-19. Ini dilakukan supaya tenaga medis itu tenang dalam menjalankan profesinya yang sangat beresiko karena berhadapan langsung dengan pasien,” imbuh Prof. Jamal.

Sementara itu, pembicara kedua yaitu Direktur RS UNS Prof. Hartono. Prof. Hartono menyampaikan sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Menkes No. 216 tahun 2020, RS UNS ditunjuk sebagai Laboratorium Pemeriksa Covid-19.  

Kemudian RS UNS juga ditunjuk sebagai RS rujukan lini kedua Covid-19 di Jawa Tengah berdasarkan SK Gubernur Jawa Tengah No. 445/46 tahun 2020 tentang RS Rujukan Penanggungan Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Lini Kedua di Jawa Tengah.

Dalam melakukan pelayanan terhadap pasien Covid-19, RS UNS membekali tenaga medis dengan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap. Bahkan khusus tenaga medis yang langsung menangani pasien Covid-19, shift pergantian yaitu tiap 4 jam. Selama melayani pasien Covid-19, RS UNS harus berhadapan dengan hukum lantaran adanya laporan dari keluarga pasien Covid-19.

“Jadi kita (RS UNS) pernah dilaporkan oleh keluarga pasien. Jadi ada pasien meninggal, namun karena hasil swab belum keluar, maka sesuai UU harus dimakamkan sesuai protokol Covid-19. Namun setelah hasil keluar, ternyata hasil negatif, pihak keluarga tidak terima dan menggugat. Selain ini masih ada kasus lain lagi,” ujar Prof. Hartono.

Lanjut Prof. Hartono, dari RS UNS memiliki tim bantuan hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus yang kaitannya dengan hukum. Dengan harapan, supaya para tenaga medis yang bekerja sesuai prosedur bisa tenang. “Idealnya ada peraturan setingkat UU minim Peraturan Pemerintah terkait perlindungan hukum untuk tenaga medis mengingat di lapangan berhadapan dengan stigma dari masyarakat. Belum lagi beberapa kali harus berhadapan dengan hukum lantaran laporan keluarga pasien,” ujarnya.

Sedangkan Dr. Sunny mengatakan bahwa tenaga medis itu berhadapan dengan banyak risiko, tidak hanya resiko kesehatan, namun juga ada risiko secara hukum. “Untuk itu, perlu adanya UU yang memberikan perlindungan terhadap tenaga medis dalam penanganan pasien Covid-19,” ujarnya. Humas UNS

Reporter: Dwi Hastuti

Skip to content