PPKwu UNS : Dorong UMKM Gunakan Platform Digital untuk Bertahan di Tengah Pandemi

UNS – Kondisi perekonomian di Indonesia saat ini kurang kondusif akibat dari pademi Covid-19. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi salah satu sektor yang terdampak. Dr. Eddy Tri Haryanto selaku Pembina pusat studi kewirausahaan Univesitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta turut memberikan pendapat mengenai kondisi UMKM saat ini.

“Melihat dari sejarah, kondisi seperti ini pernah terjadi sebelumnya pada tahun 1998. Kala itu UMKM juga ikut terdampak dan berjuang habis-habisan untuk mempertahankan kestabilan kondisi perekonomian. Bedanya kali ini Indonesia mengadapi double krisis, karena adanya virus dengan segala prediksi serta kondisi ekonomi global,” tutur Dr. Eddy.

Sektor UMKM yang diperkirakan terkena dampak paling berat adalah UMKM yang bergerak dalam menyediakan barang kebutuhan pokok yang sering dikonsumsi serta memerlukan bahan baku impor. Seperti UMKM pembuatan tempe dan tahu, garmen, serta UMKM yang mengolah produk berbahan dasar gandum. Produsen harus mulai memutar otak untuk mencari barang pengganti untuk membuat produk usahannya. Karena jika terus mengandalkan bahan dari luar tentu akan menghambat proses produksi.

“Saat ini untuk tahu tempe 80% kedelai kita masih impor. Kemudian untuk garmen, 95% bahannya juga impor. Kondisi dollar yang naik tentu membuat produsen harus mulai mencari cara lain untuk menemukan alternatif,” jelas Dr. Eddy menanggapi faktor ancaman bagi UMKM.

Namun dalam kondisi saat ini potensi pengembangan UMKM dibidang kuliner bisa menjadi salah satu angin segar. Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Kebijakan untuk Work From Home (WFH) menjadi potensi bagi pelaku usaha kuliner untuk membuka dan terus mempertahankan aktivitas penjualannya di masa ini. Tentunya kolaborasi dengan layanan transpotasi online dan memaksimalkan pemasaran melalui digital perlu dimaksimalkan.

Adanya kondisi seperti ini membuat para pelaku UMKM khususnya bagi mereka yang belum memaksimalkan platform digital bisa mulai belajar dan memanfaatkan dengan baik. Bisa dimulai dari hal-hal sederhana seperti menggunakan jarkoman via Whatsapp, telegram atau menawarkan kepada rekan-rekan terdekat melalui daring. Selain itu penting untuk diperhatikan pula menjaga sikap profesional. Transaksi yang dilakukan melalui media online tentu memerlukan sikap saling percaya dan jujur antara penjual dan pembeli.

Pada akhir bulan Maret lalu, pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait dengan UMKM. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan beberapa kebijakan countercyclical melalui Peraturan OJK (POJK). Peraturan OJK (POJK) Republik Indonesia Nomor 11/Pojk.03/2020 itu menyatakan bahwa bank akan menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran Covid-19, termasuk UMKM.

“Negara hadir untuk membantu masyarakat supaya perekonomian tetap berjalan. Pemberian kelonggaran pembayaran kredit bagi pelaku usaha ini sudah baik. Tetapi perlu diperhatikan juga bahwa kebijakan ini sebaiknya bukan hanya diterapkan bagi mereka yang terdampak langsung Covid-19 saat ini. Tetapi juga bisa diberlakukan untuk semua usaha yang terdampak untuk beberapa waktu ke depan,” respon Dr. Eddy terhadap kebijakan pemerintah Indonesia.

Perputaran uang harus terus berjalan untuk menjaga kestabilan ekonomi negara. UMKM sebagai penggerak ekonomi di akar rumput tentu memiliki peran besar. Berbagai strategi usaha layak untuk dicoba saat ini. Melihat kondisi ekonomi global yang belum stabil tentu pelaku usaha yang memerlukan bahan-bahan dari luar negri mengalami kesulitan. Oleh sebab itu mengembangkan produk dalam negeri, menjadi salah satu agenda yang kini wajib untuk gencar dilakukan.

Pelaku usaha harus memahami betul apa yang kini sedang diinginkan masyarakat serta mencari alternatif bahan baku dari dalam negeri. Kondisi ini berpotensi untuk memperbaiki perekonomian Indonesia dalam jangka panjang. Jumlah penduduk Indonesia yang menyentuh lebih dari 200 juta jiwa ini menjadi pasar yang menjanjikan. Tentunya upaya tersebut akan maksimal jika minat masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri tinggi.

“Cintai produk dalam negeri, rasa nasionalisme ini bisa diwujudkan dengan membeli dan menggunakan produk dalam negeri. Meskipun mungkin belum seluruhnya memiliki kualitas yang baik, tetapi apabila kebiasaan ini bisa dijaga tentu akan menjadi cambuk untuk terus memperbaiki produk. Serta memiliki peran berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi negara,” tutup Dr. Eddy. Humas UNS/Ratri

Skip to content