Biden-Haris Menangi Pilpres AS, Dosen HI UNS Ingatkan Dampaknya bagi Indonesia

UNS — Pasangan Joe Biden-Kamala Haris yang dijagokan Partai Demokrat berhasil memenangi Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) usai keduanya meraup 290 suara elektoral atas pasangan Donald Trump-Mike Pence dari Partai Republik yang hanya meraih 217 suara elektoral.

Kemenangan mantan wakil presiden Barack Obama tersebut tentu mendapat sambutan positif dari warga AS, dunia, termasuk Indonesia. Nama Biden yang memuncaki trending topic Twitter Indonesia selama beberapa hari, dipenuhi cuitan warganet yang mengharapkan agar keduanya mampu menurunkan kasus rasialisme, kekerasan, dan mewujudkan stabilitas keamanan dunia.

Namun, dibalik euforia kemenangan Biden, ada sejumlah hal yang dikhawatirkan berdampak kurang baik bagi Indonesia. Hal tersebut disampaikan langsung oleh pengajar Studi Strategi dan Keamanan Program Studi (Prodi) Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Lukman Fahmi Djarwono, M.Si.

Ia mengatakan dibidang pertahanan, Indonesia masih dibayangi sanksi CAATSA (Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act). Hal ini tentu membuat Indonesia berpikir ulang untuk kembali mendapatkan pesawat tempur Sukhoi Su-35 buatan Rusia.

“Dibidang pertahanan, masih dikhawatirkan dengan adanya potensi sanksi CAATSA yang dikenakan untuk Indonesia terkait kerja sama militer Indonesia-Rusia melalui pembelian 1 skuadron tempur pesawat Su-35 Flanker untuk pemenuhan kebutuhan MEF (Minimum Essential Force) bagi matra udara,” ujar Lukman Fahmi, M.Si saat dihubungi uns.ac.id, Selasa (10/11/2020).

Lukman Fahmi, M.Si mengatakan AS justru tidak akan membiarkan Indonesia membeli alutsista lengkap dengan suku cadangnya dari negara selain AS. Hal tersebut diungkapkannya usai menceritakan kunjungan kerja Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Prabowo Subianto, ke AS beberapa waktu lalu. Sebelumnya, Prabowo Subianto dilarang berkunjung ke negeri Paman Sam atas tuduhan pelanggaran HAM masa lalu.

“Di sisi lain, dengan politik bebas aktifnya, sebenarnya Indonesia bisa saja melakukan pembelian alutsista dari negara-negara selain AS, dengan alasan harga yang lebih terjangkau dan fungsi yang lebih efisien meskipun dengan catatannya akan adanya probabilitas terkena sanksi CAATSA oleh AS,” terangnya.

Lukman Fahmi, M.Si juga menyebut masalah lain dibidang pertahanan dan keamanan yang dapat berdampak kurang baik bagi Indonesia, seperti kemungkinan AS mengkonfrontasi Iran. Ia mengkhawatirkan munculnya sentimen anti-AS di Indonesia. Walau hal tersebut bergantung dari eskalasi konfrontasi AS dengan Iran.

“Pascaterbunuhnya Jenderal Soleimani, hubungan AS-Iran memang cukup mengkhawatirkan, tapi dengan terpilihnya Biden cukup sedikit membukakan pintu harapan bagi Iran untuk maju ke meja perundingan bersama AS,” imbuhnya.

Konflik Laut China Selatan

Saat ditanya mengenai klaim sepihak Tiongkok atas sembilan garis putus-putus di Laut China Selatan (LCS), Lukman Fahmi, M.Si mengatakan AS masih akan bersaing dengan Tiongkok walaupun Biden yang menjadi presidennya. Hal tersebut disebabkan adanya tuntutan geopolitik dan geostrategi AS, terutama dalam bidang ekonomi dan pertahanan.

Ia menambahkan AS masih akan menempatkan Tiongkok sebagai lawan di LCS. Ia melihat adanya kepentingan AS untuk mengamankan geopolitik dan geostrategi di kawasan Asia Tenggara, ketimbang membantu Indonesia dalam mengurai benang kusut di sengketa tersebut.

“Mewujudkan Indo-Pasifik yang terbuka, menentang atas klaim Nine-Dash Line sebagai perairan Tiongkok karena melanggar hukum internasional, menjaga perdamaian dan stabilitas, serta menjaga arus perdagangan tanpa hambatan menjadi kepentingan yang diperjuangkan AS di wilayah sengketa itu,” jelasnya.

Selain menyoroti masalah pertahanan dan keamanan dunia, Lukman Fahmi, M.Si melihat dampak ekonomi dari kemenangan Biden bagi Indonesia. Ia menilai Indonesia menaruh harapan agar AS meningkatkan investasinya. Hal itu dapat dilihat dari tren positif Rupiah dan menguatnya sebagian besar saham di bursa efek pascakemenangan Biden.

Namun, ia mengingatkan akan ada kemungkinan pergeseran pola hubungan diplomatik dari Trump ke Biden yang semula hubungan bilateral menjadi hubungan di tingkat kawasan.

“Adanya perpanjangan pembebasan bea pada perdagangan komoditi dari Indonesia ke AS yang diperoleh di masa-masa akhir pemerintahan Trump kemarin, setidaknya cukup menjadi jaminan bagi perdagangan komoditi Indonesia terlepas dari siapakah pemenang Pilpres AS kali ini. Dengan keunggulan Biden, maka kecenderungan hubungan Indonesia-AS diperkirakan akan mengalami pergeseran dari hubungan bilateral yang intensif pada masa Trump, menjadi hubungan regional di kawasan Asia Tenggara,” pungkasnya. Humas UNS

Reporter: Yefta Christopherus AS
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content