Kedudukan Sastra Daerah Butuh Penguatan

Kedudukan Sastra Daerah dalam struktur kurikulum di sekolah dan ketersediaan lapangan kerja dinilai masih kurang mendapatkan tempat. Menyikapi hal itu, digelar musyawarah nasional (munas) Ikatan Mahasisswa Bahasa dan Sastra Daerah se-Indonesia (IMBASADI) ke-19 di Solo, 23-27 Oktober.

Pada munas kali ini hadir sebanyak 17 perguruan tinggi yang memiliki program studi Bahasa dan Sastra Daerah, meliputi: Universitsa Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Negeri Semarang (UNNES). Selain itu hadir pula Universitas Sumatra Utara (USU), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Padjajaran (UNPAD), dan Universitas Negeri Surabaya (UNESA).

Ketua jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) UNS Suparjo mengungkapkan, masing-masing daerah akan menyampaikan budaya lokal. “Hasil munas berupa rekomendasi kepada pemerintah daerah setidaknya ada perhatian terhadap jurusan-jurusan Bahasa dan Sastra Daerah,” kata Suparjo, saat ditemui wartawan, Selasa (22/10).

Suparjo berpendapat, ketersediaan lapangan kerja bagi lulusan Sastra Daerah tergolong minim. Keadaan ini berdampak pada lulusan Sastra Daerah yang sebenarnya berkompeten beralih profesi sebagai guru. “Kita lihat kebutuhan yang butuh Sastra Daerah. Namun, hanya temukan satu formasi di PNRI yang butuh lulusan Sastra Daerah terutama filolog muda. Padahal, sebelum moratorium, masihada intansi yang tidak bersangkutan dengan Sastra Derah tapi masih mau menerima,” ujarnya.

Hal itu diperparah dengan adanya implementasi kurikulum 2013 terkait mata pelajaran Bahasa Daerah. Pada kurikulum 2013, Bahasa Daerah menjadi sisipan yang terintegrasi dalam mata pelajaran Seni dan Budaya. Padahal, Bahasa Daerah sarat dengan nilai moral dan budaya luhur bangsa.

Berbeda dengan di Jawa Tengah. Bahasa Daerah untuk Bahasa Jawa dipastikan tetap ada dan berdiri sendiri sebagai muatan lokal (mulok). Hal itu dijamin dalam Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Pembinaan, Pemeliharaan, dan Perlindungan bahasa dan aksara Jawa.

Sementara, dosen jurusan Satra Daerah untuk Sastra Jawa FSSR UNS Siswoyo Eko Widodo berpendapat, pemerintah masih minim perhatian kepada bahasa dan sastra daerah. Padahal, pembelajaran bahasa dan sastra daerah berperan signifikan dalam pembangunan karakter serta jatidiri bangsa. Karena sastra daerah kaya akan nilai-nilai moral dan budaya. [Red-uns.ac.id]

Skip to content