Perlunya Asosiasi Program Studi Penyuluh di Era MEA

Pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) membuat ketimpangan dalam penghargaan terhadap tenaga kerja lokal dengan tenaga kerja asing. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Sumardjo, Ketua Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesia pada kesempatan Seminar dan Lokakarya Nasional PKP Pascasarjana UNS “Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di Era MEA” , Selasa – Rabu (29 – 30/11/2016) di Hotel Lor In, Karanganyar.

Rektor UNS saat membuka Seminar “Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di Era MEA” , Rabu (30/11/2016) di Hotel Lor In, Karanganyar.
Rektor UNS saat membuka Seminar “Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di Era MEA” , Rabu (30/11/2016) di Hotel Lor In, Karanganyar.

Lebih lanjut Sumardjo yang merupakan guru besar Fakultas Ekologi Manusia IPB ini menyebut ada tiga faktor yang menyembabkan ketimpangan tenaga kerja khususnya yang bekerja di perusahaan besar seperti perkebunan, pertambangan maupun industri. Pertama, tenaga kerja lokal tidak memiliki jaminan kompetensi profesi formal berupa sertifikat kompetensi profesi seperti yang dimiliki tenaga kerja asing. Selanjutnya, kualitas lulusan perguruan tinggi di Indonesia dinilai belum siap untuk bersaing dengan tenaga profesional asing. Keadaan ini disebabkan oleh tidak semua perguruan tinggi memiliki asosiasi program studi yang berfungsi sebagai pengawal pengembangan dan kontrol kualitas pendidikan dari lulusan program studi program studi terkait. Akibatnya, banyak program studi bergantung pada akreditasi BAN PT sementara belum semua program studi terakreditasi BAN PT.  Faktor terakhir yang menjadi ketimpangan tenaga kerja yakni belum banyak program pendidikan profesi dan akreditasi kompetensi profesi.

Melalui makalah yang berjudul Urgensi Asosiasi Profesi Pemberdayaan Masyarakat dalam Mendudkung Pembangunan Nasional , Sumardjo menuturkan di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), masyarakat kita menghadapi konsekuensi pembangunan berbagai sektor. Pada sektor pertanian, kita menghadapi kondisi pergerakan bebas jasa, barang tenaga kerja terampil dan aliran serta tuntutan daya saing pada komoditas unggulan. Oleh sebab itu, perlu adanya strategi peningkatan keunggulan komparatif dan kompetitif untuk menghadapi kondisi tersebut.

John Hendri, Sekretaris Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
John Hendri, Sekretaris Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Sumardjo menyebut sayangnya aspek manusia (human capital) seperti petani, penyuluh dan pemberdaya petani sering terabaikan fungsinya. Padahal setiap upaya penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat membutuhkan kompetensi profesional pelakunya dan didukung oleh lulusan pendidikan, pelatihan dan pengutan personil secara sistematis, terprogram, dan berkelanjutan.

Peran Asosiasi Program Studi

Perguruan tinggi dituntut menjadi pilar yang akuntabel untuk menghasilkan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan kerja utamanya di era MEA seperti saat ini. Program studi penyuluh, khususnya, diharapkan mampu menghasilkan human capital yang unggul, membuka diri terhadap perubahan dan memiliki sikap antisipatif serta mampu menghasilkan tenaga kerja non formal yang tangguh dan kreatif. Untuk itu, Sumardjo menyebut perlu adanya asosiasi program studi penyuluh  atau pemberdayaan masyarakat untuk mengawal kualitas lulusan, memperjuangkan dan mendukung pengembangan standar pendidikan bidang penyuluh.

John Hendri, Sekretaris Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi di kesempatan yang sama memaparkan penyuluh memiliki peran strategis sebagai “marketing”, yakni menjual gagasan tertentu pada sasaran tertentu. dalam sektor pertanian, penyuluh menjadi garda terdepan sebagai dan sebagai kunci untuk menyampaikan inovasi pertanian.

Merujuk pada tri dharma perguruan tinggi, John Hendri menyebut peran asosiasi program studi di perguruan tinggi memiliki peran sebagai penentu kurikulum (pendidikan), pemberdayaam masyarakat (pengabdian), dan penelitian.

Pembacaan deklarasi Asosiasi Perguruan Tinggi Penyuluh Pembangunan dan Pemberdayaan (APTP2).
Pembacaan deklarasi Asosiasi Perguruan Tinggi Penyuluh Pembangunan dan Pemberdayaan (APTP2).

Pada kesempatan seminar dan lokakarya nasional tersebut telah disepakati dan dibentuk Asosiasi Perguruan Tinggi Penyuluh Pembangunan dan Pemberdayaan (APTP2). Tujuan pembentukan APTP2 antara lain untuk menetapkan standar mutu sumber daya, meningkatkan mutu perguruan tinggi program studi penyuluh pembangunan  dan pemberdayaan, serta meningkatkan kerja sama untuk melaksanakan tri dharma perguruan tinggi.[](nana.red.uns.ac.id)

Skip to content