Mengapa Harus Investasi Sejak Muda? Berikut Ulasan dari Webinar BEM FISIP UNS

Mengapa Harus Investasi Sejak Muda? Berikut Ulasan dari Webinar BEM FISIP UNS

UNS — Kini, tidak sedikit gen Z dan milenial yang merambah berbagai jenis investasi dengan tujuan membentuk sistem keuangan yang lebih baik di masa depan. Akan tetapi, masih banyak juga yang asing dan belum tahu menahu perihal investasi.

Oleh karenanya, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar Webinar Digital Investment: Start Early, Get More Lucky! pada Minggu (18/7/2021).

Digelar melalui Zoom Cloud Meetings dan kanal YouTube resminya, webinar ini menghadirkan Nanda Luthfi Habib Mustofa, seorang Wakil Direktur Investor Saham UIN Bandung.

Salah satu poin yang dibahas Nanda pada kesempatan ini ialah beberapa alasan anak muda harus mulai berinvestasi. Pertama, tentu kebutuhan masa depan. Seiring bertambahnya usia seseorang, maka kebutuhan yang harus dicukupi juga akan semakin banyak dan beragam.

Berkaitan dengan poin ini, Nanda pun menyinggung siklus keuangan. Ketika usia sekitar 22 tahun atau saat masih menempuh studi, biasanya pengeluaran akan lebih besar dari pendapatan (termasuk yang masih menerima uang dari orang tua).

Kemudian saat memasuki masa berkeluarga dan berkarier, misalkan usia 35 tahun, pendapatan dan pengeluaran tentu semakin naik. Akan tetapi, pada masa ini masih ada pendapatan aktif yang diperoleh setiap bulannya.

“Lalu masa pensiun, sekitar usia 55—60 tahun, pendapatan turun atau tidak ada. Menopang hal itu salah satunya dengan passive income (salah satunya investasi),” tutur Nanda.

Alasan kedua, investasi sejak muda dengan modal kecil terlebih dahulu sangat disarankan agar dapat belajar dari bawah dan dapat mengenali berbagai peluang berikut risiko yang menyertai. “Kita terjun sekarang untuk belajar. Ketika sudah punya uang sendiri, kita tidak melakukan kesalahan yang sama saat menjadi pemula dengan modal masih 100rb-an misalnya,” ujar Nanda.

Dan yang ketiga ialah mempersiapkan diri ketika inflasi terjadi. Yakni kenaikan harga barang atau jasa yang dikonsumsi masyarakat, sehingga nilai mata uang mengalami penurunan.

Sederhananya, Nanda mencontohkan, uang 100 ribu bagi seseorang yang sudah dewasa saat ini tentu berbeda dengan 100 ribu saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

“Misalkan lagi, dulu tahun 2000-an, mungkin uang 100 ribu bisa beli 6 kopi (di coffee shop), lambat laun berkurang dan di 2020 hanya bisa beli dua kopi,” tambah Nanda yang juga menjadi Kepala Divisi Pasar Modal Syariah di Investor Saham Pemula Bandung. Humas UNS

Reporter: Kaffa Hidayati
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content