Berkaca pada Banjir Jakarta, PPLH UNS Ajak Masyarakat Soloraya Waspada Bencana

UNS – Hujan lebat yang mengguyur kawasan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta pada (1/1/2020) pagi menjadi penyebab banjir besar yeng merendam banyak wilayah dengan korban jiwa dan materiil. Penanganan banjir dan kurang maksimalnya langkah preventif yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengakibatkan ribuan warga Jakarta kini harus mengungsi sambil dibayangi rasa cemas akibat ancaman hujan lebat yang diprediksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) masih akan terus terjadi hingga pada puncaknya di bulan Februari mendatang.

Berkaca dari bencana banjir besar yang melanda kawasan ibukota, Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Suryanto, buka suara tentang ancaman bencana yang kapan saja bisa melanda, termasuk di kawasan Soloraya.

“Sekarang bukan waktunya untuk saling menyalahkan atau mengutuk. Banjir besar yang menimpa Jabodetabek seharusnya menjadi kaca benggala untuk meningkatkan kewaspadaan. Wilayah Soloraya pun tidak steril terhadap risiko bencana,” ujar Dr. Suryanto.

Kepada uns.ac.id, Suryanto mengatakan bahwa hujan dengan intensitas tinggi yang mengguyur kawasan Soloraya dikhawatirkan dapat memicu terjadinya bencana alam.

“Hujan lebat dengan intensitas tinggi dikhawatirkan akan meningkatkan risiko longsor di wilayah Tawangmangu, Karanganyar dan risiko banjir di beberapa titik di Kota Surakarta dan beberapa kabupaten lainnya di Soloraya. Dampak risiko longsor atau banjir dan beberapa jenis bencana yang lain tidaklah sesederhana yang muncul,” tambahnya.

Berdasar dari bencana yang sudah pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, Suryanto menjelaskan dua jenis dampak bencana, yaitu, dampak langsung dan tidak langsung. Ia memaparkan bahwa dampak langsung akibat bencana meliputi dampak yang ada nilai pasarnya dan dampak yang tidak ada nilai pasarnya. Dampak yang ada nilai pasarnya ia contohkan sebagai kerusakan lahan pertanian, rumah, kendaraan, dan fasilitas umum. Sedangkan, dampak yang tidak ada jenis pasarnya adalah kerugian yang sulit ditentukan nilai ekonominya, seperti bangunan yang memiliki nilai sejarah.

Lanjutnya, resiko yang ditimbulkan pasca bencana tersebut tentunya harus diidentifikasi berdasar wilayah yang memiliki resiko ancaman tertinggi. Hal tersebut dimaksudkan agar pemerintah dapat merancang langkah-langkah preventif dalam menyelamatkan warganya dari ancaman bencana.

“Berdasarkan dari dampak risiko bencana yang mengancam, ada baiknya kita bersatu padu untuk mengidentifikasi kembali wilayah di sekitar kita yang memiliki tingkat risiko tinggi. Pemerintah juga bisa mengalokasikan anggaran untuk menyiapkan warga supaya lebih siap menghadapi risiko bencana.”

Selain meminta kesiap-siagaan pemerintah, Suryanto juga berharap agar masyarakat juga ikut waspada dan mengantisipasi datangnya bencana, misalnya dengan menyiapkan tas darurat yang dilengkapi dengan bahan makanan, senter, baju hangat, selimut, dan obat-obatan. Humas UNS

Skip to content