Bijak Bersosial Media di Masa Pandemi

UNS – Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNS, serta Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mengadakan webinar bertajuk “Hoax dan Covid-19, Bijak Menggunakan Media Sosial di Era Covid-19”. Agenda tersebut diselenggarakan pada Rabu (17/6/2020) melalui aplikasi Zoom Meeting.

Mengulas dari perspektif budaya, hukum, politik dan etika, kegiatan tersebut mengundang empat narasumber yang dipandu oleh moderator Achmad, S.H., M.H. Keempat pembicara tersebut yaitu Dr. Agus Riewanto, Direktur LKBH Fakultas Hukum (FH) UNS, Rino Ardhian Nugroho, Ph.D, Kaprodi Ilmu Administrasi Negara (AN) FISIP UNS, Dr. Amirudin, Kepala Kaprodi FIB Undip dan Niken Satyawati, M.I.Kom, Aktivis Mafindo.

Penyebaran Hoaks di Indonesia sendiri telah ada sejak tahun 2016, menurut data yang diberikan Dr. Rino bahwa di tahun 2016 berita hoaks telah ada di masyarakat namun jumlahnya belum terlalu banyak seperti saat ini. Di masa pandemi yang mengharuskan masyarakat berada di rumah inilah menjadi salah satu pemicu hoaks mudah tersebar. Aktivitas utama masyarakat pun semakin sering bersinggungan dengan internet. JIka dilihat dari data yang disampaikan Dr. Agus, bahwa penyebaran hoaks paling tinggi terjadi di media sosial.

“Melihat dari data yang ada, saluran penyebaran hoaks banyak terjadi di sosial media yaitu mencapai 92.40%,” tutur Dr. Agus.

Dari sudut pandang politik, Dr. Rino menyampaikan jika hoaks menjadi salah satu cara efektif untuk mempengaruhi seseorang di bidang politik. Cara kerja hoaks ialah menyerang rasa takut dan berusaha melindungi kepentingan sendiri. Berita tidak benar tersebut disampaikan untuk menguntungkan salah satu pihak dengan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat.

Jika dilihat dari sudut pandang budaya, hoaks menjadi bagian dari masyarakat karena adanya perkembangan teknologi yang terjadi. Teknologi sendiri ialah sarana yang dimiliki masyarakat untuk memudahkan segala aktivitas manusia. Salah satunya sebagai sarana untuk mengutarakan pendapat. Kebebasan berpendapat menjadi persoalan yang benar jika disampaikan dengan sebaik-baiknya menjadi sebuah berita. Akan tetapi jika disampaikan dengan tidak melihat fakta, maka ini menjadi sebuah bumerang bagi masyarakat.

Dalam perspektif hukum Dr. Agus menjelaskan bahwa terdapat beberapa kajian mengenai hukum internet di Indonesia. Hukum yang berlaku kini dinilai belum efektif untuk memberikan efek jera kepada pelaku.

“Saat ini hukum di Indonesia lebih banyak melakukan hukum pidana daripada hukum denda,” jelas Dr. Agus.

Hal tersebut juga diindahkan oleh narasumber lain yang menyebutkan jika pemberian denda ini bisa lebih efektif memberikan efek jera. Tetapi juga perlu diimbangi dengan edukasi yang baik untuk menanggulangi penyebaran hoaks ini. Pada kesempatan tersebut Niken Satyawati menjelaskan perlu adanya upaya untuk terus meningkatan literasi digital masyarakat, evaluasi bagi pemerintah supaya bisa lebih cepat dan terbuka dalam memberikan informasi, upaya edukasi yang massif dan kontekstual, media pers diharapkan juga berkontribusi untuk lebih bertanggung jawab menyampaikan informasi dan penegakan hukum yang tegas. Humas UNS/Ratri/Dwi

Skip to content