Bincang Muda Indonesia Ajak Mahasiswa Gunakan Hak Pilih

UNS – Ratusan mahasiswa tampak antusias mengikuti acara “Bincang Muda Indonesia” yang diselenggarakan oleh Universitas Sebelas Maret (UNS) bekerjasama dengan KPU Jawa Tengah dan Kominfo, di Auditorium kampus setempat, Kamis (13/9/ 2018). Kegiatan dikemas secara menarik sehingga menggugah mahasiswa untuk menggunakan hak pilih pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Direktur Pengelolaan Media Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, Siti Meiningsih menyatakan kesuksesan pemilu sebenarnya bukan terletak pada jumlah suara tapi kesadaran dalam menggunakan hak pilihnya. “Sehingga, kegiatan pendidikan pemilih sebagai upaya menyebarkan ilmu, informasi serta menumbuhkan kesadaran demokrasi sangat dibutuhkan saat ini guna mendorong pemilih pemula terlibat dalam setiap tahap pemilihan umum,” kata Siti Meiningsih saat memberikan sambutan dalam acara “Bincang Muda Indonesia”, Kamis (13/9/ 2018).

Ketua KPU Jawa Tengah, Joko Purnomo menyatakan minat anak muda untuk menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum masih relatif rendah. “Mayoritas yang tidak menggunakan hak pilih adalah pemilih muda, khususnya mahasiswa,” kata Joko.

Ada banyak alasan mengapa pemilih muda tidak menggunakan hak pilihnya. Ditinjau dari proses komunikasi, Staff Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa Kominfo, Drs. Gun Gun Siswadi berpendapat salah satu penyebabnya karena informasi yang telah disampaikan pemerintah tidak dipahami oleh masyarakat. Dapat juga lantaran sarana atau media komunikasinya tidak tepat.

“Kita harus melihat karakteristik masyarakatnya seperti apa. Karena karakternya banyak sekali, dari Sabang sampai Merauke, kita bisa menggunakan kearifan lokal untuk menyebarkan informasi,” jelasnya.

Menyambung pernyataan Gun, wartawan senior Kompas.com Heru Margianto, menegaskan bahwa pemilih pemula memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam Pilpres 2019. Pemilih muda di dalam total daftar pemilih 2019 sebanyak 40 persen. Jika pemilih pemula tidak bijak dalam menggunakan hak pilihnya, maka negara Indonesia masih akan berkutat pada permasalahan yang sama.

“Kita bisa punya berbagai macam persoalan bangsa, kita bisa sebut kemiskinan, kebodohan, atau korupsi. Persoalan-persoalan yang kita hadapi bisa kita selesaikan dengan emosional, apatis atau rasional? Jadi menurut saya, kita bisa menjadi pemilih rasional untuk bisa ikut terlibat dalam pemilu,” ungkapnya.

Menurutnya, pemilu bukan soal memilih pemimpin yang baik tapi mencegah yang terburuk berkuasa. Untuk itu, sebelum menggunakan hak pilih, pemilih patut menelusuri terlebih dulu rekam jejak kandidat Pilpres.

Niken Satyawati dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang turut hadir sebagai pembicara menambah beberapa tips agar tidak terpengaruh dengan pemberitaan palsu (hoax) di tahun politik. “Kita bisa meningkatkan literasi media kita, ikutilah forum-forum seperti yang ini untuk membuat kita melek lagi dengan media. Kalau ingin mengecek track record kandidat, pakailah sumber yang dari media yang di bawah naungan Dewan Pers, selain itu abaikan saja,” paparnya.

Pimpinan program studi FISIP UNS, Sri Hastjarjo, S.Sos., Ph.D sepakat dengan pernyataan Niken Satyawati. Menurutnya, tingkat konsumsi teknologi di Indonesia tidak diimbangi dengan cara penggunaan yang baik. “Teknologi itu produk budaya. Misalnya Facebook dibuat di Amerika, dimana perbedaan pendapat sudah biasa. Sementara Indonesia belum, jadi ketika kita sudah menerima teknologinya, tapi belum budayanya. Kalau bisa yang jual produk teknologi komunikasi juga menginformasikan literasi media tidak hanya cara operasional,” tutur Sri Hastjarjo. Humas UNS

Skip to content