Peringati Pekan Peduli Antimikroba Sedunia, UNS Adakan Kampanye Bijak Gunakan Antibiotik

Peringati Pekan Peduli Antimikroba Sedunia, UNS Adakan Kampanye Bijak Gunakan Antibiotik

UNS — Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta bersama Protecting Indonesia from the Threat of Antibiotic Resistance (PINTAR), Pengurus Cabang Ikatan Apoteker Indonesia (PC IAI) Kota Semarang, dan beberapa perguruan tinggi mengadakan kampanye edukasi antibiotik. Hal tersebut dalam rangka peringatan pekan peduli antimikroba sedunia tahun 2021. Kampanye tersebut mengangkat tema “Bijak Gunakan Antibiotik”.

Prof. Ari Probandari, Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran (FK) UNS sekaligus salah satu peneliti utama PINTAR menegaskan bahwa kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya resistensi antibiotik.

“WHO menyatakan bahwa resistensi antibiotik sama bahayanya dengan pandemi. Masyarakat harus ikut berperan menjadi agen perubahan untuk menggunakan antibiotik secara bijak. Hal ini bisa diawali dengan membeli antibiotik hanya dengan resep dokter,” terang Prof. Ari, Rabu (1/12/2021).

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Prof. Tri Wibawa, Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) menambahkan bahwa kampanye ini sebagai salah satu perwujudan kepedulian untuk terlibat dalam upaya edukasi kepada masyarakat.

Selain UNS, kampanye yang berlangsung pada 18-24 November 2021 ini juga didukung oleh UGM, Kementerian Kesehatan, Kirby Institute of UNSW Sydney, London School of Hygiene & Tropical Medicine, University College London, dan George Institute for Global Health UNSW Sydney.

“Sebanyak 40 peserta mengikuti kegiatan kampanye yang berada di tiga titik lokasi. Pertama di Kawasan Bank Indonesia, kemudian Taman Indonesia Kaya, dan Simpang Lima. Edukasi one by one dilakukan untuk mengutamakan kenyamanan masyarakat, mengingat adanya pandemi Covid-19,” imbuh Prof. Ari.

Resistensi Antimikroba

Resistensi antimikroba terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak sesuai indikasi. Berdasarkan hasil penelitian PINTAR,  69% terjadi praktik pemberian antibiotik tanpa resep dokter. Pemberian antibiotik tanpa resep merupakan hal yang dilarang dalam peraturan karena termasuk sebagai obat keras.

Ketua PC IAI Kota Semarang, I Kadek Bagiana M.Sc. Apt. mengatakan bahwa bahaya dari resistensi antimikroba yaitu ketika seseorang menderita infeksi maka akan sangat sulit untuk disembuhkan.

“Penggunaan antibiotik hendaknya digunakan sesuai kebutuhan atau indikasi karena tidak semua penyakit memerlukan antibiotik. Ini sekaligus untuk meluruskan pola pikir yang salah pada masyarakat umum yang selalu beranggapan jika ada sakit nyeri maka perlu antibiotik. Kami ingin menekankan pada masyarakat agar sebaiknya bijak menggunakan antibiotik,” ujar I Kadek Bagiana.

Tenaga kefarmasian, baik apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian tentu memiliki peranan penting dalam pengendalian resistensi antimikroba di masyarakat. Humas UNS

Reporter: Bayu Prasetya Aji
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content