Subtitusi Produk Pertanian Impor jadi Peluang Ekspor di Era New Normal

UNS – Berkolaborasi dengan Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Surakarta, Program Studi (Prodi) Agribisnis Universitas Sebelas Maret (UNS) mengulas Daya Saing Agribisnis di Era _New Normal: Peluang dan Tantangan_ pada Rabu (17/6/2020). Agenda yang digelar melalui aplikasi zoom meeting dan siaran langsung Youtube UNS tersebut, menghadirkan empat berbicara. Yaitu Prof. Hermanto Siregar (Ketua PP Perhepi), Prof. Masyhuri (Guru Besar Fakultas Pertanian UGM), Dr. Mohd. Harisudin (Dosen Agribisnis FP UNS dan Rektor Usahid Surakarta), dan Dr. Tedy Dirhamsyah (Balitbang Kementerian Pertanian RI).

Prof. Hermanto Siregar, selaku keynote speaker mengatakan bahwa upaya mendorong ekspor komoditas pertanian atau produk pangan di tahun 2020 diperkirakan tidak efektif dan sulit dilakukan. Hal ini karena pandemi Covid-19 yang menyebabkan perdagangan global, baik ekspor maupun impor cenderung menurun.

“Dari data yang keluar dua hari lalu, nilai eskpor Indonesia sektor pertanian sebesar US$ 253 juta dolar. Dibandingkan April tahun ini menurun, dibanding Mei tahun lalu juga turun. Sehingga pandemi ini memang berdampak negatif terhadap kinerja perdagangan dan perekonomian secara keseluruhan,” jelas Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut.

Secara sektoral, imbuh Prof. Hermanto, neraca perdagangan sektor pertanian mengalami surplus. Komoditas yang cukup tinggi surplusnya adalah karet, tembakau, teh, kopi, juga kelapa sawit. Namun, secara subsektor, semuanya defisit kecuali subsektor perkebunan dengan angka US$ 22.7 miliar.

Subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan justru paling besar defisitnya. Contohnya, komoditas sereal seperti gandum, kedelai, dan jagung yang memiliki angka impor tinggi. Selain itu, untuk industri olahan Indonesia sudah mampu mengekspor. Hanya saja, angka ekspor lebih rendah dibandingkan angka impornya.

Prof. Hermanto pun menuturkan, untuk menunjang perdagangan sektor pertanian di tengah pandemi dan new normal diperlukan subtitusi berbagai produk impor tersebut. Yakni mengonsumsi dan memproduksi bahan pengganti dari produk impor dengan bahan pangan lainnya. Hal ini juga menjadi peluang komoditas ekspor baru.

“Kita lakukan subtitusi impor sambil meningkatkan perdagangan domestik, antardaerah, atau antarpulau. Selain sereal, komoditas lain yang dapat disubtitusi di tahun 2020 ini adalah buah-buahan dan kacang-kacangan, vegetable and certain roots, beverages, spirits, vinegar,” imbuhnya.

Sementara komoditas lain seperti coklat, tembakau, daging, dan ikan dapat ditingkatkan ekspornya dengan memacu produkvitas dan kualitasnya. Hal ini dilakukan agar sektor pertanian siap memanfaatkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 yang diperkirakan oleh World Trade Organization akan pulih kisaran 5-7%.

Hal senada juga disampaikan oleh Prof. Masyhuri. Ia menjelaskan bahwa Indonesia sudah saatnya membenahi produktivitas beberapa komoditas impor yang tinggi tersebut. Misalkan dengan mulai mencoba menanam gandum atau mengganti dengan bahan lainnya untuk membuat berbagai olahan berbahan dasar gandum.

Mantan Ketua Perhepi ini juga menyampaikan strategi lainnya, yakni pertanian terpadu atau integrated farming dengan pemanfaatan pekarangan rumah. Sistem pertanian ini sangat direkomendasikan bagi para petani maupun masyarakat di desa khususnya. Sebab, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan kembali ke desa.

“Sistem ini dapat memadukan aktivitas ternak dan penanaman. Kelebihan lainnya, input nya minimum dan juga zero waste. Maka sistem ini sangat direkomendasikan. Indonesia juga perlu memperbesar cadangan pangan, bukan hanya beras melalui lumbung pangan. Masyarakat dan perusahaan besar dapat dilibatkan di dalamnya” jelas Prof. Masyhuri.

Sementara itu, Dr. Mohamad Harisudin lebih menyoroti momentum yang dapat diambil oleh sektor pertanian dalam masa pandemi ini. Ia menyebut hal ini sebagai re-orientasi pembangunan sistem agribisnis. Sektor pertanian, imbuhnya, berperan sebagai sektor penyangga (buffer sector) dan mampu menampung tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan.

“Jadikan ini momentum untuk sektor pertanian menjadi sektor prioritas pembangunan ke depan dan dalam mewujudkan kemandirian pangan. Sektor pertanian menjadi andalan perekonomian ke depan, bukan sementara di pandemi ini saja,” tuturnya. Humas UNS/Kaffa/Dwi

Skip to content