Usung Aplikasi Sandiwara Jawa, Mahasiswa UNS Sabet Juara 1 Lomba Esai BUMI Scholar

UNS — Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta baru saja menorehkan prestasi di tingkat nasional. Ia adalah Eryneta Nurul Hasanah dari Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Jawa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS. Eryneta berhasil meraih juara 1 setelah mengalahkan 173 peserta dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dalam ajang Lomba Esai Tingkat Nasional Beasiswa Unggulan Muda Indonesia (BUMI) Essay Competition 2021 yang diselenggarakan BUMI Scholar pada Februari lalu.

Eryn yang saat ini duduk di semester delapan tersebut mengusung gagasan seni sandiwara Jawa sebagai upaya menjaga eksistensi budaya lokal di masa pandemi. Tidak dipungkiri bahwa kesenian daerah saat ini mulai tergerus arus global karena pesatnya modernisasi dan budaya luar yang masuk ke Nusantara.

“Generasi saat ini kan kebanyakan lebih senang nonton drama luar negeri, sinetron, maupun film-film luar. Jadi, minat terhadap kesenian daerah khususnya Jawa mulai berkurang. Hal ini tentu berdampak bagi para seniman terutama para kelompok sandiwara Jawa. Sebelum pandemi saja bisa dibilang peminatnya sedikit, apalagi saat pandemi seperti ini,” terangnya pada Sabtu (13/3/2021).

Eryn berinisiatif untuk membuat aplikasi berbasis android untuk mewadahi antara seniman sandiwara dengan masyarakat sebagai penonton.

“Di sini saya membuat aplikasi yang bisa menjembatani para penonton dan pekerja seni yang diberi nama AS-DIRAJA (Aplikasi Seni Sandiwara Jawa). Melalui aplikasi ini akan lebih efektif dan efisien karena pementasan dapat dilakukan secara virtual dengan sistem tiket elektronik yang dapat dibeli melalui fitur menu yang ada pada aplikasi. Bedanya dengan youtube adalah aksesnya, kalau Youtube kan aksesnya terbuka dan harus mencapai berapa ribu penonton dan subscriber dulu baru bisa dapat uang,” imbuhnya.

Dalam aplikasi tersebut, terdapat beberapa menu menggunakan bahasa Jawa yang memiliki fungsi masing-masing seperti menu beranda, drama radio, wacan, liyane, dan pawarta. Selain itu, penonton atau pengguna juga dapat berkirim komentar maupun foto saat pementasan. Sistem e-ticket yang berlaku di aplikasi menjadikan adanya simbiosis mutualisme antara penonton dan seniman sandiwara. Para seniman mampu meningkatkan pendapatan melalui penjualan tiket sedangkan penonton dapat terhibur dengan pementasan yang ditonton.

Dalam kompetisi ini, pertama dilakukan tahap penyisihan untuk menyeleksi 10 besar finalis dari 173 peserta yang berhak maju ke babak final. Kemudian 10 finalis tersebut harus mempresentasikan karyanya secara virtual di hadapan dewan juri. Hebatnya, Eryn menjadi satu-satunya finalis perempuan dalam kompetisi tersebut. Pada saat prsentasi, Ia juga sempat membawakan sebuah pantun sebagai representasi finalis perempuan satu-satunya.

“Ayam geprek pedas sambalnya, dimakan waktu hujan aduh mantapnya. Meskipun saya perempuan satu-satunya, semoga saya jugalah juara satunya,” tambah Eryn saat diwawancarai.

Ketika diumumkan menjadi juara 1, ia mengaku senang sekaligus terkejut karena tidak menyangka dapat menjuarai kompetisi di awal tahun 2021.

“Saya tidak menyangka karena gagasan dan presentasi dari finalis lain hebat-hebat. Hal yang paling membuat bersyukur dan terkejut itu karena saya satu-satunya finalis perempuan, 9 finalis lainnya laki-laki semua. Bersyukur juga karena Allah mengabulkan pantun saya saat presentasi,” ungkapnya.

Mahasiswa yang sudah melalangbuana dalam berbagai kompetisi ini berharap agar gagasan tersebut tidak sekadar berhenti di ajang ini dan tidak sekadar menjadi gagasan belaka. Ia percaya apabila  gagasan ini direalisasikan maka akan sangat bermanfaat bagi masyarakat terutama para pekerja seni.

Sebelum mengakhiri wawancara, Eryn berpesan kepada seluruh mahasiswa agar berani mencoba dan melangkah.

“Jangan menunggu menjadi hebat untuk memulai sesuatu, tapi mulailah sesuatu untuk menjadi hebat. Kata-kata motivasi ini saya dapatkan dari sambutan founder BUMI Scholar kemarin. Artinya, kita harus berani keluar dari zona nyaman dan mengambil risiko untuk memulai sesuatu karena jika kita terus merasa takut, justru risiko di akhir yang akan kita tanggung semakin besar dan kita akan menjadi katak dalam tempurung. Jangan takut tidak punya ide karena sesungguhnya ide bisa berasal dari mana saja,” pungkasnya. Humas UNS

Reporter: Bayu Aji Prasetya
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content