Pengguna Narkoba Bukan Pelaku Kejahatan

Penanganan kasus terpidana narkoba di kalangan pengguna selama ini diproses sebagai tindak pidana. Hal itu membuat vonis yang dijatuhkan hakim kepada korban pengguna narkoba menempatkan terpidana di ruang tahanan negara atau penjara. Hal ini, menurut Parasian Simanungkalit, bertentangan dengan teori viktimologi.

“Padahal, pengguna narkoba sebenarnya merupakan korban dari rantai dari sindikat atau matarantai peredaran Narkoba yang sulit melepaskan diri dari ketergantungan,” ungkap Dr. Parasian Simanungkalit usai mempertahankan disertasinya yang berjudul Model Pemidanaan terhadap Korban Pengguna Narkoba pada sidang senat terbuka di gedung Rektorat UNS, Rabu (19/12/2012).

Menempatkan korban pengguna Narkoba di lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rumah tahanan (rutan) negara justru tidak membuat korban sembuh atau jera. Sebaliknya, banyak rutan dan lapas menjadi pasar baru peredaran Narkoba. “Banyak sekali terpidana yang mati di ruang tahanan. Mereka yang gak bisa beli sekalian aja dibuat overdosis,” tuturnya.

Data Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan, pada tahun 2008, jumlah pengguna Narkoba di Indonesia mencapai 3,3 juta jiwa atau sekitar 1,99 persen dari jumlah penduduk Indonesia mengalami ketergantungan Narkoba. Dari jumlah tersebut, 1,3 juta diantaranya berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Di sisi lain, jumlah korban meninggal dunia akibat penggunaan Narkoba selama kurun 2006-2008 mencapai 15.000 jiwa. Artinya, setidaknya 41 jiwa melayang perhari dengan 78 persen terjadi pada anak muda usia 19-21 tahun.

Data Terbaru BNN menyebutkan, Indonesia telah menjadi pasar utama dalam hal perdagangan Narkoba dengan jumlah pengguna sebanyak 3,6 juta jiwa atau sekitar 1,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Menanggapi hal itu, Parasian Simanungkalit berpendapat perlu untuk dilakukan pengubahan model pemidaan terhadap kasus penggunaan Narkoba. Korban pengguna Narkoba tidak dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana, melainkan sebagai pesakitan yang harus diobati.

“Sangatlah berdosa apabila memasukkan korban pengguna Narkoba yang menderita sakit baik fisik maupun psikis ke dalam tahanan atau penjara. Karena hal itu akan menjadikan orang sakit yang seharusnya diobati semakin menderita. Sedangkan pada dasarnya mereka tidak melakukan tindak pidana terhadap orang lain,” kata Parasian.

Dia menyarankan, agar Polisi, BNN, dan juga Kejaksaan tidak memasukkan korban pengguna Narkoba ke rumah tahanan negara tetapi langsung menempatkan ke tempat rehabilitasi untuk mendapatkan pengobatan. “Selain itu, pemerintah perlu segala mengubah Undang-Undang Narkotika dan Undang-Undang Psikotropika, khususnya pasal-pasal yang masih memposisikan pengguna Narkoba sebagai pelaku kriminal. Sehingga pada masa mendatang pengguna Narkoba tidak lagi sebagai pelaku kriminal, melainkan sebagai korban dari kejahatan peredaran Narkoba,” paparnya.

Kementerian kesehatan, lanjutnya, agar menyiapkan pusat-pusat rehabilitasi, baik berupa rumah sakit maupun puskemas yang menangani secara khusus korban pengguna Narkoba. Saat ini ada 138.000 pengguna Narkoba yang tengah di rehabilitasi di Jakarta, sedangkan 359.000 lainnya dipidana.[]

Skip to content