Kisah dan Kiprah Bakorlak SAR UNS

Kisah dan Kiprah Bakorlak SAR UNS

UNS — Sivitas Akademika Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta tak henti-hentinya memberikan kontribusi kepada masyarakat selama pandemi Covid-19. Tak terkecuali bagi para relawan yang tergabung dalam Badan Koordinasi Pelaksana (Bakorlak) SAR UNS.

Selama pandemi Covid-19 melanda Indonesia sejak Maret 2020 lalu, Bakorlak SAR UNS terus menunjukkan baktinya dalam membantu masyarakat yang membutuhkan pertolongan.

Tugas yang diemban semakin berat sebab mereka tidak hanya dituntut untuk siap menanggulangi pandemi Covid-19, namun juga harus waspada dan siap jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan/ bencana.

Seperti yang beberapa waktu lalu terjadi kala perahu yang mengangkut 20 wisatawan di Waduk Kedung Ombo, Boyolali terbalik. Bakorlak SAR UNS yang mendapat laporan wisatawan hilang langsung bergegas menuju lokasi dan melakukan operasi pencarian.

Bakorlak SAR UNS yang menerjunkan 15 personel dengan peralatan selam, berhasil menemukan tiga korban tewas sekaligus, yang terdiri dari dua anak-anak berjenis kelamin perempuan dan seorang perempuan dewasa.

Selain itu, salah satu relawan Bakorlak SAR UNS pada bulan Mei lalu, juga berhasil mengevakuasi jenazah seorang komposer musik gereja asal Sleman, Yogyakarta yang ditemukan mengambang di Sungai Bengawan Solo.

Keterlibatan Bakorlak SAR UNS dalam sejumlah operasi penyelamatan penting, menjadi bukti kapabilitas para relawannya yang siap dan tanggap menghadapi kecelakaan/ bencana.

Dan, pada momen HUT ke-76 RI yang jatuh pada tanggal 17 Agustus mendatang, uns.ac.id berkesempatan untuk berbincang langsung bersama empat relawan Bakorlak SAR UNS pada Minggu (8/8/2021), untuk mengulik kisah dan kiprah mereka selama bergabung bersama Bakorlak SAR UNS. Mereka adalah Agung Nugeroho, Ayub, Suprianto, dan Hamdan.

Momen HUT ke-76 RI yang mengusung tema “Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh” senada dengan semangat para relawan Bakorlak SAR UNS. Lalu seperti apa pengalaman mereka? Berikut kisah dan kiprahnya.

Bermula dari Panggilan Hati

Saat  ditanya mengenai apa alasan yang melatarbelakangi mereka bergabung dengan Bakorlak SAR UNS, keempatnya secara kompak menjawab bila panggilan hatilah yang menuntun jiwa kerelawanan mereka.

Seperti Agung Nugeroho, yang merupakan Kepala Bidang (Kabid) Operasi Bakorlak SAR UNS, yang mengaku sudah bergabung dengan Bakorlak SAR UNS sejak tahun 1988.

Agung Nugeroho mengatakan, walau ia merupakan alumnus Program Studi (Prodi) S-1 Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) UNS, tak menutup panggilan hatinya untuk mengabdikan hidupnya bagi masyarakat.

“Tidak melanjutkan (karier di desain interior). Kita juga punya pekerjaan sendiri dan juga jadi relawan. Saya ada bengkel jip dan mobil tapi itu enggak menutup jiwa kerelawanan. Kenapa bisa, saya juga heran,” ujarnya sambil berkelakar.

Relawan lainnya, Ayub, juga mengutarakan hal yang sama. Bermula dari ketertarikannya melihat rekan-rekannya yang diterjunkan ke daerah operasi, Ayub akhirnya memutuskan untuk bergabung bersama Bakorlak SAR UNS.

Ayub yang merupakan alumnus Prodi S-1 Pendidikan Bahasa Jawa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS ini, mengatakan sudah bergabung dengan Bakorlak SAR UNS sejak tahun 2012.

Berbeda dengan Agung Nugeroho dan Ayub, dua relawan lainnya, Suprianto dan Hamdan justru berasal dari latar belakang yang berbeda. Mereka berdua bukanlah mahasiswa atau alumni UNS, melainkan lulusan sekolah menengah kejuruan.

Kisah dan Kiprah Bakorlak SAR UNS

“Itu kan panggilan jiwa karena saya sendiri ingin membantu sesama tapi kan waktu muda belum ada induk atau yang mengarahkan. Waktu itu sempat ikut di Karanganyar terus bergabung dengan Bakorlak SAR UNS,” ungkap Suprianto.

Dibekali Kemampuan Mumpuni

uns.ac.id juga menanyakan seputar kemampuan para relawan Bakorlak SAR UNS dalam menghadapi kecelakaan/ bencana. Mereka menyampaikan, sudah mendapat berbagai pendidikan dasar dan pelatihan agar siap menghadapi segala situasi sulit.

Pendidikan dasar diperoleh dari relawan senior Bakorlak SAR UNS yang sudah mencicipi berbagai medan di daerah operasi. Sedangkan, pelatihan didapat dari sejumlah instansi, seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pemadam Kebakaran (Damkar), dan TNI.

“Kalau saya diikutkan kependidikan Basarnas, BNPD, damkar kaya gitu. Jadi, dititipkan, disekolahkan di sana. Ada relasi kerja sama dengan mereka,” kata Ayub.

Hal yang sama juga diungkapkan Hamdan. Hamdan yang baru dua tahun bergabung bersama Bakorlak SAR UNS dan masih bertatus magang, juga mendapat pendidikan dasar dari relawan senior Bakorlak SAR UNS.

Hamdan menambahkan, kemampuan yang didapatnya akan digunakan sebaik-baiknya untuk misi kemanusiaan membantu masyarakat di lokasi kecelakaan/ daerah bencana.

“Standar dulu seperti berenang dan menyelam masih tahap pembelajaran,” terangnya.

Lebih lanjut, Ayub menjelaskan selain membekali relawan dengan kemampuan yang mumpuni, Bakorlak SAR UNS juga mengadakan pelatihan dan pembinaan bagi tim SAR di sejumlah daerah, seperti di Sukoharjo, Klaten, Boyolali, Sragen, dan Wonogiri.

Hal itu ditujukan agar jika terjadi kecelakaan/ bencana di kabupaten-kabupaten tersebut, tim SAR dari daerah masing-masing sudah siap diterjunkan dan tidak bergantung pada Bakorlak SAR UNS.

“Kalau dulu awal-awal dari senior-senior mengandalkan kami. Kalau ada peristiwa di Sukoharjo, kita berangkat ke Sukoharjo. Tetapi, sekarang kalau ada peristiwa di Sukoharjo, mereka bisa menangani. Kalau mereka tidak bisa, kami baru turun,” jelas Ayub yang juga berposisi sebagai Humas Bakorlak SAR UNS.

Saat ditanya mengenai spesifikasi kemampuan yang dimilikinya, Ayub menjawab jika dirinya punya kemampuan selam di segala medan air, seperti sungai, danau, dan waduk. Bahkan, kemampuan selamnya sudah berlisensi A2.

Rekan Ayub lainnya, Suprianto juga memiliki kemampuan selam. Bahkan, Suprianto yang sudah lebih dari 10 tahun menjadi relawan sudah terbiasa berhadapan di medan air.

Segala Medan Adalah Daerah Operasi

Agung Nugeroho menuturkan, setiap medan yang dihadapi para relawan merupakan daerah operasi. Artinya, para relawan Bakorlak SAR UNS harus siap setiap saat.

Ia menceritakan, Bakorlak SAR UNS sudah dipercaya untuk menangani sejumlah kecelakaan/ bencana di segala daerah operasi. Mulai dari gempa Palu, Lombok, hingga kecelakaan pesawat maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan JT-538 yang tergelincir saat hendak mendarat di Bandara Adisumarmo pada tahun 2004 silam.

Alumnus FSSR UNS ini menceritakan, kala itu satu-satunya tim SAR, selain dari TNI AU, yang diizinkan masuk ke lokasi kecelakaan pesawat adalah Bakorlak SAR UNS.

Kisah dan Kiprah Bakorlak SAR UNS

Dalam insiden memilukan tersebut, 26 orang dinyatakan tewas, 55 orang luka berat, dan 63 orang luka ringan.

Kisah lainnya soal aksi penyelamatan juga diungkapkan Suprianto. Ia mengatakan, pernah mengalami tragedi menegangkan kala melakukan pencarian terhadap korban kecelakaan air.

Suprianto yang kala itu melakukan penyusuran di kawasan Kali Pepe sempat terperangkap dalam gulungan air saat hendak menolong rekannya dari tim SAR lain.

Ia mengaku terperangkap dalam waktu yang cukup lama. Untungnya, ia memiliki kemampuan selam yang mumpuni sehingga bisa bernapas dalam air dengan baik.

“Airnya, air terjun jadi muter. Semua teringat, temen-temen inget. Selamatnya juga karena temen. Untungnya kita sudah latihan selam awal, jadi pernapasan di air agak lumayan. Airnya muter jadi ga bisa keluar dari puteran dan selalu teringat dan hampir (kehilangan) nyawa,” tuturnya.

Momen menegangkan itu juga diakui oleh Ayub. Ia mengungkapkan, terjebaknya Suprianto dalam gulungan air masih membekas di ingatannya.

Di samping itu, Suprianto menceritakan apabila di bulan Mei yang lalu, ia juga sempat mengevakuasi jenazah seorang komposer musik gereja yang mengambang di Sungai Bengawan Solo.

Ia mendapat laporan dari warga setempat yang melihat ada jenazah mengambang. Usai menerima laporan, Suprianto bergegas menuju rumah dan mengambil pelampung beserta peralatan selam.

Setelahnya, ia langsung menuju TKP dan mendapati posisi jenazah sulit untuk dievakuasi. Namun, Suprianto tak kehabisan akal. Ia menunggu jenazah hanyut terlebih dulu ke posisi yang strategis agar memudahkan proses evakuasi.

“Saya sendiri yang ambil waktu itu. Kan saya ikut Bakorlak SAR UNS sudah lama, jadi nomer saya, saya sebar kepada masyarakat di sekitar sungai sampai ke bayan (kepala dusun) nanti kalau ada penemuan bisa kontak saya,” ujarnya.

Menguburkan 286 Jenazah Pasien Covid-19

Dalam kesempatan tersebut, uns.ac.id juga mengulik soal pengalaman Suprianto yang saat ini menjadi relawan pengubur jenazah pasien Covid-19 di Sragen. Ia mengungkapkan, pada bulan Juli lalu, total jenazah pasien Covid-19 yang dikuburkan mencapai 286.

Jumlah tersebut tentu tidak main-main. Bahkan, Suprianto juga mengatakan, pernah dalam sehari, ia bersama relawan lainnya menguburkan 42 jenazah pasien Covid-19.

“Yang dari Agustus-Desember kita tidak ditotal. Kalau Desember sampai Juli akhir 600-an lebih yang rekor Juli,” ungkap Suprianto.

Suprianto yang sudah pernah diwawancara uns.ac.id dan mengisahkan perjalanannya menjadi relawan pengubur jenazah pasien Covid-19 dalam artikel “Jadi Relawan Pengubur Jenazah Pasien Covid-19, Anggota Bakorlak SAR UNS Hampir Dilempari Batu oleh Warga” tetap pada pendiriannya dengan tidak menerima insentif sama sekali.

Tekad itu tetap bulat hingga hari ini. Walau demikian, ada saja oknum-oknum yang memanfaatkan keberadaan Suprianto dengan relawan lainnya yang meminta uang kepada keluarga korban dan insentif kepada Pemkab Sragen. Ia menyayangkan perilaku tak terpuji tersebut.

“Ada beberapa yang meminta alasannya untuk tim relawan padahal kita tidak menerima apa-apa. Kita makan saja patungan bareng relawan lainnya,” kata Suprianto.

Rasa Takut Harus Dipelihara

Dari serangkaian operasi penyelamatan yang pernah dilakukan Bakorlak SAR UNS, Agung Nugeroho mengatakan, rasa takut yang dihadapi para relawan merupakan suatu kewajaran. Justru, ia menilai rasa takut harus dipelihara.

Alasannya, rasa takut yang dimiliki para relawan dapat dijadikan sebagai alat kontrol. Artinya, saat bertugas mereka tidak boleh percaya diri secara berlebihan atau terlalu berani.

Kendati demikian, ia mengaku setiap operasi penyelamatan yang pernah dipimpinnya menegangkan dan memiliki kekhususan masing-masing.

“Bahwa takut atau tidak takut, takut itu harus dipelihara. Jangan meninggalkan rasa takut, jangan kepedean. Kalau lupa takut nanti kontrolnya hilang,” ujarnya.

Kepada uns.ac.id, ia mengutarakan jika para relawan dituntut untuk zero accident dan zero mistake. Sebab, ia tidak ingin para relawan kehilangan nyawa atau tidak selamat saat bertugas.

“Pada intinya, itu (jiwa kerelawanan) bukan sebuah penilaian. Itu sudah panggilan jiwa yang siapa pun orangnya sebetulnya memiliki dan mampu. Tergantung hanya mau action atau tidak,” katanya.

Bertepatan dengan momen HUT ke-76 RI, Agung Nugeroho juga menitipkan pesannya agar lewat kisah dan kiprah Bakorlak SAR UNS di masyarakat, dapat meneguhkan komitmen kesatuan dan persatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Selain itu, ia menitipkan pesan agar para relawan, baik di Bakorlak SAR UNS atau tim SAR lain, dapat terus mempelajari ilmu baru dalam bidang SAR. Agung Nugeroho ingin mereka semakin terlatih.

‘Mereka sudah punya niat yag tulus. Dan pasti mereka sudah punya panggilan jiwa. Belajarlah lagi materi-materi yang berkaitan dengan SAR untuk mendukung kegiatan-kegiatan kalian,”pungkasnya. Humas UNS

Reporter: Yefta Christopherus AS
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content