Kunjungi UNS, Guru Besar Universiti Teknikal Malaysia Ulas Sumber Energi Alternatif Pengganti Baterai

UNS – Kemajuan sebuah negara di masa depan bergantung penuh pada ketahanan energinya. Di tengah upaya pengurangan pemakaian energi fosil, energi terbarukan seperti biomassa muncul sebagai solusi primadona. Keterbatasan kapasitas baterai menjadi momok pengguna alat dan gadget elektronik sehingga perlu sumber energi baru. Teknologi microcombustion atau pembakaran mikro tengah populer dikembangkan, karena mampu membuat gadget seperti laptop tahan berhari-hari.

Fudhail bin Abdul Munir tengah memaparkan materi pembakran mikro di sela visitasi pada hari Rabu (27/9/2017) di Gedung F FKIP UNS

Kebaruan teknologi pembakaran mikro inilah yang mendorong Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret (PTM UNS) Surakarta untuk menggelar Visiting Professor Lecture dengan tema Microcombustion and Applications. Mengundang Fudhail bin Abdul Munir yang merupakan guru besar sekaligus Kepala Departemen Teknik Otomotif Universiti Teknikal Malaysia Melaka (UTeM), visitasi ini menjadi kelanjutan kerjasama bidang penelitian antara PTM UNS dan Departemen Teknik Otomotif UTeM.

Bertempat di Gedung F Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS pada hari Rabu lalu  (27/9/2017), guru besar bidang Pembakaran Mikro ini memaparkan bahwa keterbatasan masa pakai alat elektronik disebabkan rendahnya densitas energi baterai litium. Jika dibandingkan dengan bensin, setiap kilogram bensin mengandung energi 100 kali lipat dari baterai litium. Sekalipun efisiensi alat 10 persen, sudah 10 kali lipat lebih besar.

“Energi baterai litium sangat terbatas jika dibandingkan energi bakar metana dan propana,” ujar Fudhail di tengah pemaparan materi.

Prinsip teknologi pembakaran mikro hampir sama seperti pembakaran pada umumnya, bahan bakar dialirkan ke dalam suatu ruang bakar untuk dimanfaatkan energinya. Bedanya, energi hasil bakar bisa dimanfaatkan secara mekanik melalui piston atau turbin mikro, ataupun secara elektrik melalui konverter termoelektrik.

“Penelitian pembakaran mikro sudah banyak dikembangkan di Jepang, Korea, dan Eropa. Kita sebagai bangsa Asia tak boleh ketinggalan,” tandas Fudhail.

Masalah utama pembakaran skala mikro yakni sulitnya pengontrolan  karena setiap pembakaran menghasilkan nyala api. Apalagi, keterbatasan ruang membuat pembakaran tidak dapat bertahan lama. Fudhail meneliti bagaimana mengatasi nyala api atau flame-quenching melalui bantuan katalis, bahkan penelitian ini bekerjasama dengan akademisi PTM UNS.

“Kini sudah dikembangkan berbagai katalis untuk mengatasi nyala api, salah satunya tengah diteliti dari akademisi UTeM dan UNS,” ujarnya. humas-red.uns.ac.id/Oss/Dty

Skip to content