Pusdemtanas LPPM UNS Soroti Kerawanan Pilkada Serentak 2020

UNS – Pusat Demokrasi dan Ketahanan Nasional (Pusdemtanas) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menyoroti kerawanan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 dalam Diskusi Interaktif Seputar Demokrasi (Distraksi), Rabu (22/7/2020).

Dengan mengangkat tajuk “Menyongsong Pilkada Serentak 2020 Sebuah Upaya Mewujudkan Demokrasi Lokal yang Berkualitas dan Berintegritas”, Pusdemtanas LPPM UNS mengundang sejumlah pembicara.

Mereka adalah Dr. Muhammad Taufiq selaku Advokat MT&P Law Firm, Dr. Sugeng Riyanta selaku Inspektur Muda PIDUM dan DATUN Inspektorat IV Jamwas, dan Anik Solihatun selaku Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Jawa Tengah.

Acara dibuka oleh Kepala Pusdemtanas LPPM UNS, Dr. Sunny Ummul Firdaus. Kepada peserta yang mengikuti webinar melalui Zoom dan Youtube, Dr. Sunny mengatakan Pilkada 2020 akan dihadapkan pada sejumlah tantangan berat. Diantaranya, ketidakpastian situasi di daerah pemilihan akibat pandemi Covid-19, keraguan terhadap integritas penegak hukum, sampai isu soal dinasti politik.

Sebagai pembicara pertama, Dr. Muhammad Taufiq mengatakan Pilkada serentak adalah bentuk sinkronisasi tata kelola pemerintahan sebagai bentuk efisiensi biaya dan waktu. Meski demikian, ia masih menemui beban kerja penyelenggara Pilkada yang berlebihan.

“Pilkada langsung serentak diartikan sebagai proses menyelaraskan secara tepat dua/ lebih kegiatan pada waktu yang bersamaan,” ujar Dr. Muhammad Taufiq.

Dalam hal ini, Dr. Muhammad Taufiq membandingkan penyelenggaraan Pilkada serentak di Indonesia dengan Brazil. Di negeri samba tersebut, Pemilu dibagi menjadi dua bagian, yaitu national election dan municipal election.

“Pada national election ada federal election dan state election. Pemilu nasional digelar untuk memilih presiden, Wapres, senator, gubernur, Wagub, dan wakil federal. Sedangkan pada pemilu daerah untuk memilih walikota, wakil walikota, serta city council,” jelasnya.

Jika dibandingkan dengan Indonesia, Dr. Muhammad Taufiq menyebut Brazil memiliki sistem Pemilu yang lebih baik. Seperti, keberanian Pemerintah menindak tegas warga negara yang Golput dan mampu mengidentifikasi data pemilih melalui sidik jari sehingga pada hari pemilihan, pemilih cukup menunjukkan kartu identitasnya kepada petugas pemilu.

Sedangkan di Indonesia, dalam hal penggunaan kartu identitas, KTP kerap kali digunakan untuk mendulang dukungan massa, terutama bagi calon kepala daerah yang maju melalui jalur perseorangan. Selain itu, Dr. Muhammad Taufiq juga menyoroti rawannya politik uang dan penggunaan fasilitas negara yang dilakukan calon kepala daerah.

Mengenai hal itu, Dr. Muhammad Taufiq mewanti-wanti masyarakat, khususnya di tengah pandemi Covid-19 yang menimbulkan kekacauan ekonomi, agar tidak tergiur dengan bantuan uang/ barang yang diberikan calon kepala daerah dengan dalih untuk bantuan sosial.

Menjawab isu politik uang dan penggunaan fasilitas negara yang disebut Dr. Muhammad Taufiq , Dr. Sugeng Riyanta mengatakan Kejaksaan punya peran untuk mewujudkan Pilkada yang berintegritas dan berkualitas.

Sesuai Pasal 30 UU Nomor 16 Tahun 2004, Kejaksaan punya peran untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang, di bidang perdata dan tata usaha negara dapat bertindak, baik di dalam maupun di luar pengadilan, untuk dan atas nama negara atau pemerintah, dan menjaga ketertiban dan ketenteraman umum.

Dr. Sugeng Riyanta yang juga Ketua Harian Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Fakultas Hukum (FH) UNS mengatakan jika ia kerap kali menemui praktek korupsi dan penggunaan fasilitas negara oleh calon ,incumbent dalam penyelenggaraan Pilkada.

“Kenapa setiap Pilkada kami selalu melakukan penyidikan perkara terkait korupsi. Artinya, incumbent yang sedang menjabat melakukan suatu penggunaan anggaran untuk kepentingan Pilkada. Mobilisasi kepentingan Pemda untuk kepentingan Pilkada oleh incumbent,” ujar Dr. Sugeng Riyanta.

Dalam hal mengusut laporan dugaan korupsi oleh incumbent dalam Pilkada Serentak, Dr. Sugeng Riyanta menjelaskan jika Kejaksaan baru akan memproses laporan tersebut saat Pilkada usai digelar. Alasannya, agar Kejaksaan tidak dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memukul/ menjatuhkan salah satu calon kepala daerah yang sedang berkontestasi. Humas UNS

Reporter: Yefta Christopherus AS
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content