Rektor UNS Tekankan Good Corperate Governance Selama Pandemi Covid-19

UNS – Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Jamal Wiwoho, mengajak rektor di setiap perguruan tinggi untuk mewujudkan ‘ Good Corperate Governance’ di masing-masing lingkungan kerjanya. Hal tersebut disinggung Prof. Jamal sebab selama masa Pandemi Covid-19 masih berlangsung, rektor di setiap perguruan tinggi dituntut untuk dapat memutuskan sebuah kebijakan yang tepat dan cepat, terutama dalam hal keuangan, agar tidak terjadi permasalahan dikemudian hari.

“Prinsip-prinsip keuangan negara kita harus akuntabel, taat asas, bisa dipertanggungjawabkan atau ‘Good Corperate Governance.’ Maka tranparansi, accountability, responsibility, dan keseimbangan harus bisa dipertanggungjawabkan,” tegas Prof. Jamal saat menjadi salah satu pembicara dalam diskusi daring bertajuk ‘ Wajah Pendidikan Kita: Kini dan Masa Depan Pasca Covid-19’ yang digelar oleh DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Kamis (7/5/2020) malam.

Prinsip ‘Good Corperate Governance’ yang ditekankan oleh Prof. Jamal tersebut tidak lepas dari keseriusannya dalam mengimplementasikan kebijakan 2G, yaitu kebijakan geser dan ganti untuk menjaga ‘Key Performance Indikators’ (KPI) dan kebijakan ganti mata anggaran kegiatan yang sedang dan sudah ia terapkan selama Pandemi Covid-19 di lingkungan kerja UNS.

Sebagai rektor, Prof. Jamal mencontohkan berbagai bentuk kebijakan 2G yang nyatanya masih memungkinkan dilaksanakannya kegiatan akademik walau berlangsung secara daring, seperti pembelajaran secara daring dengan metode sinkronus dan asinkronus, evaluasi dan quality control pembelajaran daring oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS, serta pelaksanaan wisuda daring.

Prof. Jamal yang juga merupakan Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) mengatakan bila kebijakan 2G tersebut berpegang pada 2 prinsip utama pengelolaan birokrasi yang sehat, yaitu ‘prudential principle’ dan ‘fidusiary duties.’

“Kebijakan 2G bertumpu pada 2 hal, yaitu ‘prudential principle’ atau asas kehati-hatian dalam mengambil kebijakan. Jadi, ini kami minta kepada teman-teman para rektor bahwa ‘prudential principle’ harus dijaga betul-betul. Kemudian ada ‘fidusiary duties tidak boleh mementingkan diri sendiri tapi harus dipentingkan mahasiswa kita, karyawan-karyawan kita, dan dosen-dosen kita” lanjutnya.

Di hadapan peserta webinar yang mengikuti jalannya diskusi daring, Prof. Jamal menyinggung soal hambatan-hambatan yang masih ditemui dalam usaha mewujudkan revolusi pembelajaran 4.0. Hambatan-hambatan tersebut diantaranya aturan-aturan, birokrasi, customer, sarana dan prasarana, dan sumber dana yang disediakan.

“Masih banyak kendala soal aturan-aturan yang mengiringi, misalnya saja seperti sinkronus dan asinkronus yang sebenarnya tergantung inovasi dari masing-masing perguruan tinggi. Kemudian masih ada birokrasi yang belum begitu aware terhadap pembelajaran daring,” imbuhnya.

Menutup jalannya diskusi, Prof. Jamal menaruh perhatiannya kepada kondisi perguruan tinggi negeri Satuan Kerja (Satker) di sejumlah daerah yang kesulitan menerapkan pembelajaran secara daring di tengah Pandemi Covid-19. Oleh karenanya, dalam usaha mewujudkan kualitas yang baik, ia menyarankan agar diperlukan dana yang memadai dan ketersediaan infrastruktur, baik jaringan maupun fisik, untuk menunjang dan mengantisipasi kegiatan pembelajaran di tengah situasi darurat seperti yang terjadi saat ini.Humas UNS/Yefta

Skip to content