Search
Close this search box.

Bertukar Pikiran Membahas Mahasiswa Berprestasi bersama Alumnus Inspiratif UNS

UNS — Berprestasi dan aktif menjadi hal yang dikejar bagi banyak mahasiswa. Memiliki segudang gelar kejuaraan serta mengikuti berbagai macam organisasi maupun komunitas menjadi jalan yang tepat mengaplikasikan ilmu yang didapat selama berkuliah. Mahasiswa berprestasi (Mawapres) adalah gelar yang diberikan sebagai apresiasi kepada mahasiswa terbaik perguruan tinggi. Atas hal tersebut Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menghadirkan Greget Kalla Buana dalam diskusi yang diselenggarakan pada Senin (3/4/2021) melalui Zoom Cloud Meeting. Bersama alumnus FEB ini, peserta yang hadir dibawa lebih jauh memahami dinamika dan esensi adanya Mawapres.

Bagi Greget, Mawapres memiliki dua sisi yang mencakup hal positif maupun negatif. Mawapres mampu menumbuhkan semangat kompetisi yang kuat pada mahasiswa. Hal ini mampu menjadi suatu proses menentukan standar yang tinggi bagaimana mahasiswa dapat dikatakan berprestasi. Adapun definisi berprestasi masih diperdebatkan. Dalam konteks sempit, sebagian mahasiswa masih melihat Mawapres hanya dari aspek akademik berupa IPK, sertifikat dan lain-lain. Padahal, dalam keberjalanannya saat ini IPK tidak lagi menjadi patokan untuk Mawapres.

“Sekarang enggak, Mas. Sekarang IPK enggak jadi pertimbangan,” tutur Sutanto menanggapi diskusi.

Dalam cakupan yang lebih luas, dampak yang diberikan Mawapres kepada sekitarnya perlu untuk diutamakan. Dampak ini menciptakan motivasi bagi mahasiswa lain untuk memiliki keyakinan atas kemampuan diri untuk berprestasi dalam bidang masing-masing.

“Contoh apabila ada mahasiswa yang tidak begitu pandai secara akademik namun memiliki kekuatan atau kemampuan mempengaruhi yang kuat, misalnya influencer. Dampaknya akan lebih terasa,” tutur Greget.

Berdasarkan pengalamannya, Greget menyampaikan bahwa ajang pemilihan mahasiswa berprestasi merupakan sarana awal menyaring mahasiswa yang bisa dijadikan sebagai contoh. Bagi Mawapres terpilih perjalanan sesungguhnya baru akan dimulai setelahnya. Masyarakat secara luas akan menilai Mawapres dari bagaimana dia memberikan dampak kepada sekitarnya.

Greget sendiri mengakui selalu ingin menjadi seseorang yang unggul. Usahanya dalam mengejar prestasi dipengaruhi keinginan kuat serta motivasi dari dalam diri sendiri. Greget pun mengingatkan jangan sampai kata-kata Mawapres jadi bumerang. Baginya, Mawapres jangan menjadi ekslusif yang membuat orang merasa berjarak dan berbeda.

“Harusnya Mapres itu yang inklusif dan mampu menyebarkan sesuatu yang umum ke orang lain. Meskipun terlihat unggul sekali tapi bagaimana dia membahasakan itu membuat orang terinspirasi dan menjadi sesuatu yang bisa dikejar,” jelas Greget.

Kebanggaan Greget berkuliah di UNS yang mampu untuk terus mengajarkan nilai luhur bagaimana bisa berdampak di masyarakat dan menjaga nilai budaya yang mulai pudar.

Greget berbagi pandangannya terhadap perbedaan mahasiswa dulu dan sekarang. Menurutnya, perlu ada usaha untuk mengadopsi dinamika dan trend baru bagi mahasiswa. Ada banyak problematika yang bisa diangkat. Isu-isu seperti SDGs, lingkungan, kesetaraan gender, dan kemiskinan perlu untuk lebih sering dibahas dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan yang ada di kampus. Sehingga mahasiswa mampu mengaitkan ilmu yang telah mereka pelajari kepada isu yang berada di masyarakat. Melalui cara tersebut, ajang pemilihan mahasiswa berprestasi dapat menjaring lebih banyak insan yang memiliki pemikiran kritis terhadap permasalahan yang sedang terjadi.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan pemilihan mahasiswa berprestasi adalah antusiasme dan minat mahasiswa. Greget menyarankan bahwa permasalahan ini perlu untuk dipelajari lebih lanjut.

“Mungkin kita juga harus mulai re-branding. Mapres itu apa. Sehingga orang-orang juga enggak terpaksa untuk ikut,” saran Greget. Humas UNS

Reporter: Rangga Pangestu Adji
Editor: Dwi Hastuti

Scroll to Top
Skip to content