Benarkah Riset Berperspektif Disabilitas Masih Rendah?

Benarkah Riset Berperspektif Disabilitas Masih Rendah?

UNS — Indonesia dikenal sebagai salah satu laboratorium terbesar di Asia Tenggara untuk isu disabilitas. Hal ini dikarenakan penduduk dan potensi Indonesia yang sangat besar. Indonesia pun diketahui memiliki sejumlah undang-undang atau peraturan yang komplet mengatur tentang disabilitas.

Namun, peraturan tersebut saat ini masih dalam bentuk abstraksi, belum diejawantahkan menjadi langkah-langkah nyata yang diimplementasikan. Riset-riset yang berperspektif disabilitas juga masih rendah. Hal ini memancing Pusat Studi Difabilitas (PSD) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Universitas Sebelas Maret (UNS) mengadakan diskusi tentang riset berperspektif disabilitas.

Diskusi bertajuk “Pemetaan Kebutuhan Riset untuk Kebijakan Pembangunan Berperspektif Disabilitas” tersebut diadakan pada Selasa (18/1/2022) secara daring melalui aplikasi Zoom Cloud Meeting. Diskusi ini menghadirkan dua pakar disabilitas yakni Prof. Dr. Tri Nuke Pudjiastuti, M.A., dari MOST-UNESCO dan Badan Riset dan Inovasi Nasional serta Dra. Y. Anni Aryani, M.Prof.Acc., Ph.D., Ak., CA., CSRS., CSRA., seorang dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS yang juga merupakan pengguna kursi roda.

Terkait dengan riset berperspektif disabilitas, Prof. Nuke mengakui jika hal itu memang belum banyak dilakukan. Fakta ini dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya paradigma masyarakat tentang penyandang disabilitas.

Benarkah Riset Berperspektif Disabilitas Masih Rendah?

“Riset yang berperspektif disabilitas masih menjadi tantangan besar bagi lembaga-lembaga riset maupun universitas untuk memberikan dukungan perlindungan dan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas,” ujarnya.

Prof. Nuke menambahkan bahwa saat ini sudah ada beberapa riset berperspektif disabilitas namun baru dari sisi teknologi. Sementara itu, sisi sosial penyandang disabilitas masih belum banyak tersentuh karena selama ini hanya dijadikan variabel.

Selain itu, Prof. Nuke juga menyampaikan bahwa akademisi dan peneliti di Indonesia masih mendikotomikan riset dasar dan riset terapan. Hal ini berakibat pada rendahnya riset terapan yang berangkat dari isu sosial implementasi kebijakan bagi penyandang disabilitas. Karena itulah, riset-riset yang ada masih belum banyak yang ditindaklanjuti menjadi sebuah kebijakan berperspektif penyandang disabilitas.

Di sisi lain, Dra. Anni memandang bahwa data tentang penyandang disabilitas di Indonesia tidak valid sehingga belum banyak riset yang mengkaji bidang itu. Menurut Dra. Anni data-data yang tersedia berbeda-beda di setiap instansi sehingga peneliti tidak tahu mana data yang benar-benar valid.

“Data mengenai disabilitas harus benar-benar valid. Selama ini saya belum memiliki data yang benar itu yang mana karena data dari berbagai sumber itu berbeda-beda. Data harus diperkuat sehingga dapat membuka peluang banyak sekali riset,” imbuhnya.

Dra. Anni yang merupakan penyandang disabilitas juga mengatakan bahwa banyak infrastruktur bagi penyandang disabilitas di Indonesia yang masih disalahgunakan. Hal ini bisa disebabkan belum banyak masyarakat Indonesia yang tahu tentang fungsi fasilitas tersebut.

Pada akhir sesi, dua pemateri berharap semakin banyak riset berperspektif disabilitas. Jika banyak perhatian tercurah pada penyandang disablitas, hal ini dapat mendongkrak pemerintah untuk menciptakan pelayanan inklusif yang berkelanjutan bagi seluruh kelompok rentan terutama penyandang disabilitas. Humas UNS

Reporter: Ida Fitriyah
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content