Isi Kuliah Subuh, Pakar Ekonomi Lingkungan UNS: Orientasi Pembangunan Kita Antroposentris

Isi Kuliah Subuh, Pakar Ekonomi Lingkungan UNS: Orientasi Pembangunan Kita Antroposentris

UNS — Bertepatan dengan momen ramadan, Dr. Suryanto, M.Econ., Pakar Ekonomi Lingkungan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta berkesempatan untuk memberi materi dan berdiskusi dalam “Kullyah Subuh Thematic Ramadan 1442 H: Social, Economic Justice and Spirituality” gelaran International Academia Roundtable Forum, Kamis (29/4/2021).

Pada acara daring yang diikuti para peneliti anggota asal Indonesia dan Malaysia tersebut, Dr. Suryanto mencoba melihat kembali beragam permasalahan lingkungan di Indonesia yang dikaitkan dengan nilai-nilai agama Islam, khususnya sikap manusia.

Membuka materi, Dr. Suryanto mengajak kembali para hadirin untuk mengingat tugas manusia di muka bumi, yakni sebagai khalifah atau pemimpin yang harus menjaga serta merawat bumi. Bukan justru menjadi perusak alam dan sebagaimana yang disampaikan salah satunya dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 30.

“Namun, saya melihat fenomena di Indonesia bertolak belakang dengan hal itu. Kita belum bisa memenuhi sepenuhnya apa yang sudah diamanahkan. Saya sepakat, orientasi yang kita jalankan terlalu antroposentris (red: manusia sebagai pusat sistem alam semesta). Sehingga, orientasi materi itu lebih mengemuka,” jelas Dr. Suryanto.

Kepala Pusat Penelitian dan Lingkungan Hidup (PPLH) UNS ini menambahkan, bencana longsor dan banjir akhir-akhir ini merupakan contoh ketidakseimbangan lingkungan yang dimulai oleh ulah manusia.

Hutan yang seharusnya dijaga dengan baik sehingga memberi kebermanfaatan bagi banyak orang, tetapi karena orientasi materi akhirnya dialihfungsikan dan diambil isi buminya dengan berlebihan.  Seolah-seolah tindakan tersebut akan memberi manfaat, uang, dan nilai ‘ekonomi’ lebih besar.

Di balik pertumbuhan ekonomi, imbuh Dr. Suryanto, manusia sering kali lupa ada kerusakan lingkungan yang turut ditimbulkan dan terkadang tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi tersebut.

Selain itu, eksploitasi alam berlebihan disebut Dr. Suryanto mengakibatkan adanya perpindahan ‘kekayaan’ dari masyarakat ekonomi bawah ke kelompok masyarakat di atasnya yang kemudian memunculkan ketimpangan ekonomi juga sosial.

“Di satu sisi, meningkat ekonominya karena memanfaatkan alam. Di sisi lain yang sudah hidup lestari dengan kearifan lokalnya, atas nama pembangunan harus kehilangan sumber daya alamnya. Dalam agama kita (red: Islam) ketimpangan ini harus dikikis,” ujarnya.

Dosen FEB UNS ini juga mengutip QS. Ar-Rum Ayat 41 yang artinya ‘Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)’.

Dr. Suryanto menuturkan, alam tidak akan sembuh dari kerusakan kalau manusia terus menjalankan strategi pembangunan yang tidak ekosentrisme atau berorientasi pada keseimbangan alam.

“Orang dihadapkan pada banyak pilihan, tapi karena sifat greedy (red: serakah) semuanya dieksploitasi. Padahal kapasitas kita diberi batasan oleh Tuhan. Ditekankan kepada kita semua, kehidupan kita kembalikan kepada kitab agama kita sendiri. Keserakahan itu tidak memberikan kebermanfaatan.  Alam punya peran masing-masing, PR kita adalah menselaraskan semuanya,” tutur Dr. Suryanto.

Tidak sendiri, pada kesempatan ini, Dr. Suryanto juga ditemani beberapa rekannya. Yaitu Dr. Ida Hindarsah, MM sebagai moderator, serta Dr. Toton Witono, MA (Kementerian Sosial RI) dan Mahathir Yahaya, Ph.D (Universiti Sains Malaysia) sebagai pembicara. Humas UNS

Reporter: Kaffa Hidayati
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content