Semnas Plano in Action Bahas Kondisi Riverfront di Indonesia

Pemukiman kawasan Riverfront di Indonesia sangat identik dengan lokasi yang terlantar, sebagai daerah belakang, tidak tertata dan kumuh. Hal ini disebabkan karena kebanyakan masyarakat yang tinggal di kawasan riverfront tidak menjaga sungai dengan baik. Foto: kompasiana.com
Pemukiman kawasan riverfront di Indonesia sangat identik dengan lokasi yang terlantar, tidak tertata dan kumuh. Hal ini disebabkan karena kebanyakan masyarakat yang tinggal di kawasan riverfront tidak menjaga sungai dengan baik. Foto: kompasiana.com

Himpunan Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (HMPWK) Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar seminar nasional Plano in Action yang bertema “Pengembangan Wilayah Riverfront sebagai Pusat Pertumbuhan Kota”. Seminar diadakan pada Sabtu (15/10/2016) bertempat di Graha Solo Raya.

Seminar ini menghadirkan empat pembicara antara lain Ariva Sugandi Permana (Department of Urban and Regional Planning Faculty of Built Environment Universiti Teknologi Malaysia), Mamok Suprapto (Dosen Fakultas Teknik UNS), Ambar Puspitasari (Bidang Program dan Perencanaan Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo), dan Endang Rohjiani (Ketua Asosiasi Komunitas Sungai Yogyakarta). Dalam seminar ini, diadakan pembahasan serta diskusi mengenai perkembangan riverfront di Indonesia khususnya di daerah sungai sekitar Solo.

Riverfront atau kawasan muka sungai adalah sebuah kawasan yang  mengikuti atau di sekitar tepian atau bantaran sungai. Sebuah kota yang di dalamnya mengalir sebuah sungai juga dapat disebut sebagai kawasan riverfront. Kawasan yang sangat potensial ini dapat dimanfaatkan untuk difungsikan sebagai kawasan komersial, alur transportasi, dan sebagainya.

Indonesia sendiri memiliki banyak sekali kota yang terdapat kawasan river front. Perkembangan penduduk yang semakin pesat menyebabkan berdirinya pemukiman-pemukiman di kawasan riverfront. Pemukiman kawasan riverfront di Indonesia sangat identik dengan lokasi yang terlantar, sebagai daerah belakang, tidak tertata dan kumuh. Hal ini disebabkan karena kebanyakan masyarakat yang tinggal di kawasan riverfront tidak menjaga sungai dengan baik. Akibatnya, sumber air di sekitar sungai menjadi tercemar dan menimbulkan turunnya kualitas air yang menyebabkan pada menipisnya ketersediaan air bersih.

“Saat ini keberadaan sungai sudah beralih fungsi. Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang air dan sungai dibuat setelah timbul masalah-masalah yang terjadi.” Terang Mamok Suprapto. Untuk itu, diperlukan pemeliharaan sungai untuk menjaga fungsi dan kemanfaatan sungai bagi masyarakat dan kehidupan pada umumnya. Dengan adanya seminar ini, diharapkan masyarakat dapat menjaga lingkup sekitar sungai sehingga kawasan riverfront dapat berkembang lebih baik.[](elsa.red.uns.ac.id)

Skip to content