Webinar FSRD UNS Bahas Antropologi dalam Seni dan Desain

Webinar FSRD UNS Bahas Antropologi dalam Seni dan Desain

UNS — Sebuah webinar menarik dengan bahasan “Wawasan Studi Antropologi dalam Desain dan Green Lab” digelar Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Selasa (27/7/2021).

Hadir melalui Zoom Cloud Meetings dan kanal YouTube FSRD UNS, webinar ini merupakan salah satu rangkaian Lompatan Kretif 2021 yang diselenggarakan atas kerja sama FSRD UNS dengan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Yogyakarta.

Kolaborasi para akademisi dan pelaku industri tersebut juga terlihat dari susunan pembicara pada webinar kali ini. Pembicara pertama ialah Setyawan, S.Sn., M.A., Dosen Kriya Tekstil FSRD UNS. Ada pula Nor Jayadi S.Sn., MA., pemilik CV. Nafarrel Furniture sebagai pembicara kedua yang membagikan ceritanya dalam menjalankan usaha.

Mengawali materi, Setyawan, S.Sn., M.A. menuturkan bahwa seni dan desain merupakan ilmu yang multidisiplin. Ia ‘meminjam’ serta melibatkan berbagai keilmuan lain, seperti dari sosiologi, psikologi, antropologi, sampai keteknikan, dan sebagainya.

Setyawan, S.Sn., M.A. menambahkan, ada beberapa kontribusi antropologi ke bidang seni. Pertama, antropologi membawa kita mengenali seni dari berbagai penjuru dan zaman, serta memahami bagaimana beragamnya seni. Kedua, antropologi mengajak bagaimana mengenali seni dari beragam bangsa dan waktu.

Hal ini tidak terlepas dari munculnya satu paradigma di antropologi yang konsen mengkaji kesenian di berbagai suku bangsa di dunia. Dengan kajian dari antropologi, kita pun belajar menerima keragaman hasil seni dan pengalaman kesenian serta faktor-faktor sosial dan budaya di dalamnya.

“Seni punya kekhasan tersendiri. Jadi, tempat berbeda dan waktu berbeda bisa mengakibatkan konsep seni yang berbeda. Ini menjadi pandangan penting (yang diperlukan) untuk menilai sebuah karya seni secara kontekstual (berdasarkan tempat dan masa),” ujarnya.

Ketiga, antropologi mendekati seni dengan cara lebih mendalam. Yakni pandangan bahwa kesenian bukan sekadar produk dari teknik estetik yang dibuat oleh individu maupun sekelompok manusia. Akan tetapi, di dalamnya ada suatu sistem, ada makna, ada ideologi, ada perilaku yang melandasi.

Seni, imbuh Setyawan, tidak serta muncul. Berbeda dengan seni modern yang memandang seni yang bagus adalah seni yang diciptakan dari sesuatu yang tidak ada, sehingga orang-orang di seni rupa modern sangat ingin untuk menciptakan sesuatu yang baru.

“Kalau di antropologi, itu berbenturan ya. Di antropologi orang yang menciptakan hal baru itu mustahil. Pasti ada pengaruh dari yang kita terima sejak lahir. Kita selalu punya akar yang bisa kita lihat kembali,” ungkap Setyawan.

Lebih lanjut, Setyawan, S.Sn., M.A. menjelaskan perihal antropologi desain yang mencoba memahami aspek-aspek sosial budaya manusia pada desain. Bentuk adopsi metode dan teori antropologi ke dalam kelimuan desain, salah satunya ialah etnografi. Etnografi menyediakan banyak bahan yang disediakan di studi desain, observasi partisipan, dan studi komparatif budaya.

“Desain berurusan dengan benda dan manusia sekaligus, sehingga memerlukan pendekatan yang lebih holistik dan kompleks. Kita bisa menggunakan hasil studi di antropologi untuk lebih memperkuat di desain,” tambah Setyawan, S.Sn., M.A..

Desain untuk Meningkatkan Nilai Tambah

Sementara itu, Nor Jayadi, S.Sn., MA., menceritakan bagaimana ia menjalankan CV. Nafarrel Furniture. Sebuah industri mebel di Yogyakarta yang menyulap drum bekas menjadi berbagai produk, seperti meja dan kursi dengan beragam desain ciamik. Usaha ini merupakan salah satu contoh penerapan desain untuk meningkatkan nilai tambah dan nilai guna, sehingga tidak merusak lingkungan.

“Di sisi lain, saya ingin mengeluarkan desain yang tidak banyak orang yang bermain di sana. Bisnis dengan tipikal tertentu akan meminimkan persaingan. Saya mulai pada 2015 dengan mengolah sedemikian rupa. Ini kemudian menjadi salah satu tren material. Kalau kita lihat di pinterest dan instagram sekarang banyak yang memakai oil barrel,” ungkap Nor Jayadi, S.Sn., MA.

Ada beberapa kriteria yang diterapkan Nor Jayadi dalam membuat produknya. Untuk kriteria desain, haruslah unik, ergonomis, fungsional, inovatif, ramah lingkungan, dan berorientasi pasar. Lebih khusus, kriteria kursi yang ergonomis dari Nor Jayadi ialah nyaman, aman, dan kuat.

Kriteria aman ini pun menjadi satu hal yang sangat perlu diperhatikan. Sebab, bahan dasar produk dari drum bekas ini berpotensi melukai pengguna produk. Kendati desain dan bentuk yang ditawarkan menarik, tetapi di bagian tertentu masih tajam, tentu pengguna tidak mau menggunakannya. Humas UNS

Reporter: Kaffa Hidayati
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content