Memasuki Musim Hujan, Pakar Studi Bencana UNS Ingatkan Potensi Bencana Hidrometeorologi

Memasuki Musim Hujan, Pakar Studi Bencana UNS Ingatkan Potensi Bencana Hidrometeorologi

UNS — Bulan Desember ini Indonesia mulai memasuki musim hujan. Pakar studi bencana sekaligus Kepala Pusat Studi Bencana (PSB) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Dr. Chatarina Muryani, M.Si mengingatkan masyarakat akan potensi bencana hidrometeorologi. Hal itu karena bencana hidrometeorologi sangat berpotensi terjadi saat musim hujan.

Bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang disebabkan oleh parameter-parameter meteorologi seperti temperatur, curah hujan, angin, dan kelembapan. Parameter-parameter tersebut dapat menimbulkan sejumlah bencana seperti longsor, banjir, hingga angin puting beliung. Tahun lalu, Indonesia mengalami kenaikan bencana hidrometeorologi hingga delapan kali lipat dibandingkan dengan tahun 2005. Ini berarti potensi kenaikan bencana hidrometeorologi di Indonesia cukup tinggi.

Peningkatan bencana hidrometeorologi ini disebabkan oleh banyak faktor di antaranya karena perubahan iklim. Selain itu, ulah manusia yang merusak lingkungan juga memperparah terjadinya bencana hidrometeorologi.

“Longsor dan banjir itu kita menamakan bencana hidrometeorologi. Itu memang sering terjadi terutama karena dampak dari ulah manusia seperti penggundulan hutan, pengolahan tanah di lereng-lereng bukit yang tidak bijak, dan juga disebabkan curah hujan di atas normal di masa seperti sekarang ini,” ujar Prof. Chatarina.

Kerusakan alam yang disebabkan oleh ulah manusia memperparah bencana meteorologi. Salah satu contohnya yakni banjir yang saat ini mendominasi bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selain faktor curah hujan yang tinggi, kurangnya pepohonan yang menyerap air hujan di daerah hulu mengakibatkan air hujan tersebut menjadi air permukaan dan mengirimkannya sebagai banjir di daerah hilir.

Oleh karena itu, Prof. Chatarina mengimbau masyarakat untuk lebih peduli dengan lingkungan sekitar dengan tidak merusaknya dan mengeksploitasi alam terlalu banyak. Jika masyarakat dan pemerintah berkomitmen untuk lebih peduli lingkungan, bencana hidrometeorologi seperti longsor dan banjir dapat lebih dikendalikan.

“Dengan kondisi hutan yang semakin tipis dan kondisi tanah-tanah di lereng yang labil, potensi longsor semakin besar. Kemudian tanah di hulu tidak bisa menyerap air sehinga sebagian besar air akan menjadi aliran permukaan dan di daerah hilirnya itu akan banjir. Itu seperti hukum alam, atas longsor dan di bawah banjir. Kalau manusia tidak care terhadap alam ya itu yang terjadi,” jelas Guru Besar Program Studi (Prodi) Pendidikan Geografi UNS tersebut.

Saat ini, masyarakat di daerah rawan bencana diharapkan untuk siap siaga serta mengikuti imbauan pemerintah melalui Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika terkait informasi potensi bencana. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat memberikan sosialisasi lebih tentang kesiapsiagaan bencana serta mitigasi bencana hidrometeorologi. Humas UNS

Reporter: Ida Fitriyah
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content