Beri Kuliah Umum di FH UNS, Hakim MK: Jangan Pernah Perjualbelikan Hukum

Beri Kuliah Umum di FH UNS, Hakim MK: Jangan Pernah Perjualbelikan Hukum

UNS — Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) RI Prof. Arief Hidayat mewanti-wanti mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta untuk tidak menjadikan hukum sebagai komoditas, apalagi sampai memperjualbelikan hukum.

Hal itu ia ungkapkan saat memberi kuliah umum bertajuk “Peran dan Tantangan MK dalam Mewujudkan Hukum dan Politik Demokratis” secara luring dan daring di Aula FH UNS dan Zoom Cloud Meeting, Jumat (3/12/2021).

“Saya berpesan pada mahasiswa hukum jangan pernah jadikan hukum sebagai komoditi saudara-saudara apabila kelak nanti sudah bekerja sebagai advokat, notaris, dan lainnya. Praktik hukum jangan diperjualbelikan!” ujar Prof. Arief.

Ajakan untuk tidak memperjualbelikan hukum disampaikan Prof. Arief sebab hukum yang dijalankan di Indonesia bersumber pada Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dan, hal ini disebut Prof. Arief sesuai dengan teori teokrasi yang dianut Indonesia. Ada pun, teori yang dipercayai oleh Thomas Aquino dan Agustinus ini melandaskan sistem hukumnya pada kedaulatan Tuhan.

Beri Kuliah Umum di FH UNS, Hakim MK: Jangan Pernah Perjualbelikan Hukum

Ini artinya, secara fundamental negara teokrasi meyakini negaranya dapat berdiri karena Tuhan dan oleh karenanya pemerintahan yang dijalankan dan hukum yang dibuat berpegang teguh pada Tuhan.

Menurut Prof. Arief, salah satu bukti Indonesia menganut teori teokrasi dapat dilihat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang tertulis “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa…..”

Tidak hanya itu, pengakuan terhadap Tuhan juga tertulis di setiap pembukaan UU maupun putusan MK yang dibacakan di persidangan.

Ia meyakini, pengakuan Tuhan pada Pembukaan UUD 1945-lah yang menjadikan Indonesia bisa berdiri sebagai negara merdeka dan tetap bertahan dengan kemajemukannya hingga saat ini.

Beri Kuliah Umum di FH UNS, Hakim MK: Jangan Pernah Perjualbelikan Hukum

“Jadi, sumber hukum Indonesia itu bukan sekuler. Keinginan manusia Indonesia untuk merdeka dan mendirikan negara bisa dengan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini bangsa yang religius sehingga saya mengatakan sumber kekuasaan Indonesia bersumber pada teori teokrasi,” tambahnya.

Hal itu ia contohkan saat dirinya masih menjabat sebagai Ketua MK periode 2015-2017. Prof. Arief mengaku setiap kali membacakan putusan MK di persidangan bersama delapan Hakim MK lainnya, tidak pernah main-main dan selalu memohon ampun kepada Tuhan apabila ada kekurangan.

“Pengalaman saya pribadi sebagai Ketua MK pada waktu membaca putusan, saya dalam hati karena seorang muslim memohon ampun dan saya mohon maaf apabila kita bersembilan di MK dalam rangka memutus itu ada kalau ada kesalahan,” pungkasnya. Humas UNS

Reporter: Y.C.A. Sanjaya
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content