Search
Close this search box.

Hadir di Webinar APSI Wilayah Soloraya, Dosen Sosiologi UNS Soroti Topik Berkesenian Musik dalam Konteks Sosial Perkotaan

UNS — Proses penciptaan kreativitas seni musik tidak terlepas dari isu-isu kebudayaan. Dr. Akhmad Ramdhon seorang dosen Program Studi (Prodi) Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mengulik topik kesenian ini dalam lingkup sosial perkotaan. Pemaparan ini ia sampaikan dalam Webinar Nasional Asosiasi Pendidik Seni Indonesia (APSI) Wilayah Solo Raya, Kamis (23/12/2021).

Pada tahun 2015-2016, pencatatan tentang sebaran peta intangible heritage Kota Surakarta yang dilakukan oleh Dr. Ramdhon menunjukkan kota ini memiliki ruang dan konteks berkesenian yang sangat luas. Peta tersebut tentunya memvalidasi gagasan bahwa Kota Surakarta sebagai kota budaya.

“Lebih penting dari persoalan Solo sebagai kota budaya, ia (peta sebaran itu) hadir sebagai sebuah eksistensi praktik keseharian. Dilepaskan dari suatu faktor, jejaring, institusi, pendidikan, dan seterusnya,” tutur Dr. Ramdhon.

Capaian baru-baru ini dimana gamelan ditetapkan Unesco sebagai warisan budaya dunia juga memvalidasi Kota Surakarta sebagai salah satu daerah yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari kerangka ini. Keberhasilan ini tidak terlepas dari adanya regulasi nasional yang tertuang dalam UU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Di Kota Surakarta sendiri terdapat juga Peraturan Daerah (Perda) No. 4 tahun 2018 tentang Pemajuan Warisan Budaya Tak Benda. Kepada lebih dari 100 partisipan yang hadir, Dr. Ramdhon menyebutkan bahwa terdapat peran penting dari para pelaku seni di dalamnya.

“Dua landscape tidak lepas dari kontribusi bapak ibu semuanya. Seniman-seniman di Solo, para maestro, para pegiat seni yang tidak bisa dilepaskan (bahwa) ia memberi daya dorong bagi keberadaan undang-undang tersebut,” tuturnya.

Menurut Dr. Ramdhon, landscape Kota Surakarta sebagai kota budaya sempat mengalami penafsiran ulang. Ketika dikaitkan dengan praktik berkesenian musik, memori kolektif bagi warga kota bisa melihatnya dengan mudah seperti adanya Lokananta, Solo International Etnic Music (SIEM) Festival, International Gamelan Festival (IGF), Solo Keroncong Festival, Bukan Musik Biasa (BMB), Rock in Solo, serta Majalah Gong. Hal ini menunjukkan isu berkesenian dalam konsteks musik punya ruang yang sangat besar. Bagi Dr. Ramdhon pribadi, ini tidak bisa terlepas dari keberadaan kelompok atau komunitas di Soloraya.

Dr. Ramdhon menghubungkan konteks sebelumnya dengan ruang-ruang institusi pendidikan yang tersedia. Konteks kota menjadi sumber pembelajaran bagi guru/dosen mengembangkan pengetahuan, pengkajian, dan pelestarian, yang berujung pada pengembangan. Kota juga dapat menjadi ruang belajar bagi siswa atau mahasiswa mengembangkan pengetahuan, pengkajian, pelestarian sebagai materi dan sumber pembelajaran.

Ruang-ruang tersebut tentunya tidak bisa dilepaskan dari kerja-kerja epistemik yang ada di bawahnya. Proses kreatif dan proses penciptaan menjadi dua hal yang selanjutnya dibahas oleh Dr. Ramdhon. Proses kreatif menghadirkan kerja kolaborasi dua arah antara kota dan institusi pendidikan. Proses kreatif mendorong penciptaan yang semakin inklusif baik dalam konteks pendekatan maupun platform.

Dr. Ramdhon menutup pemaparannya penegasan adanya tantangan bagaimana kolaborasi kerja kolektif pada proses penciptaan dapat selaras dengan pendokumentasian, pengarsipan literasi, sekaligus inisiasi ruang-ruang dialogis dalam konteks politik berkesenian. Humas UNS

Reporter: Rangga Pangestu Adji
Editor: Dwi Hastuti

Scroll to Top
Skip to content